Mungkin tak banyak yang tahu bila minyak sawit mengandung vitamin dan nutrisi tinggi. Cocok untuk memerangi permasalahan anak tumbuh pendek (stunting) yang masih tinggi di negeri ini.
Pembahasan minyak sawit sebagai solusi mencegah stunting, mengemyka dalam sebuah dialog yang diinisiasi Majalah Sawit Indonesia bertajuk “Sawit Menjawab Kebutuhan Gizi dan Persoalan Kesehatan” di di Jakarta, Rabu (6/3/2019).
Kegiatan ini didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit sebagai lembaga pengelola dana pungutan sawit yang fokus kepada program replanting, biodiesel, promosi, dan riset.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan, angka stunting pada 2013 mencapai 37,03%. Lima tahun berselang turun menjadi 30,8%. Sementara WHO selaku badan kesehatan PBB mematok prevalensi stunting haruslah di bawah 20%.
Direktur Gizi Kementerian Kesehatan, Doddy Izwardy mengatakan, perbaikan gizi merupakan investasi ekonomi dimana kecukupan gizi makro dan mikro merupakan prasyarat membangun kualitas sumberdaya manusia termasuk kualitas fisik dan intelektual serta produktivitas tinggi.
Kata dia, masalah stunting berdampak kepada tiga aspek. Yakni gagal tumbuh, gangguan kognitif dan gangguan metabolisme. Jika masalah stunting tidak diatasi, maka Indonesia mengalami kerugian dari aspek ekonomi. “Untuk itu, kami berharap kelapa sawit dapat menjadi solusi dalam mengatasi stunting. Karena masalah yang dihadapi pola konsumsi,” jelasnya.
Darmono Taniwiryono, Ketua Umum Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (Maksi) memaparkan pengalaman ketika berada di Afrika yang memiliki tradisi makanan olahan minyak sawit merah. Kebiasaan ini sudah terjadi sejak 5.000 tahun lalu, dengan teknik ekstraksi sederhana. Alhasil, angka stunting di Afrika tergolong rendah.
Saat ini, lanjutnya, minyak sawit merah alami yang kaya nutrisi belum termanfaatkan secara maksimal di Indonesia. “Di Indonesia, minyak sawit merah alami bisa dipakai sebagai campuran minyak makan pada berbagai tingkat persentase. Saat ini, telah ada minyak sawit merah yang dapat dikonsumsi untuk makanan olahan dan pakan ternak,” ujar Darmono yang juga Direktur Utama PT Nutri Palma Nabati.
Sementara Prof Nuri Andarwulan, Direktur SEAFAST IPB, menuturkan, minyak sawit sangatlah cocok digunakan sebagai bahan baku minyak goreng karena mengandung hampir 50% asam lemak jenuh dan hampir 50% lemak tidak jenuh. Selain itu, terdapat pula kandungan omega 9 yang berfungsi untuk membangun dinding sel dan membran sel tubuh.
Dijelaskan, susu formula mengandung campuran spesifik lemak nabati yang berasal dari minyak sawit untuk meniru kandungan asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tak jenuh rantai tunggal (MFA), dan asam lemak tak jenuh rantai jamak (PUFA) pada ASI3.
“Banyak orang tidak tahu kandungan di susu formula berasal dari minyak sawit. Itu sebabnya negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat menekan komoditas sawit,” ujarnya.
Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni), berpandangan senada. Bahwa asupan vitamin A di dalam minyak sawit dapat menanggulangi masalah stunting di Indonesia.
Salah satunya memanfaatkan minyak sawit merah yang alami. Yang harus diperhatikan, pemerintah harus berkomitmen untuk mengubah pemakaian minyak goreng dari curah menjadi kemasan. “Pemerintah jangan lagi mundur dari kewajiban minyak goreng kemasan pada 1 Januari 2020. Sebaiknya diberikan insentif kepada pelaku industri,” ujar Sahat.
Sumber: Inilah.com