Bisnis.com, JAKARTA – Performa ekspor minyak nabati nasional diramalkan akan tumbuh secara nilai dan bukan dari sisi volume. Bayang-bayang ini dikhawatirkan menyebabkan industri mengalami oversupply pada akhir tahun ini.

Badan Pusat Statistik (BPS) mendata nilai ekspor lemak dan minyak nabati/hewan pada semester I/2020 tumbu 10,33 persen dibandingkan periode yang sama pada 2019 menjadi US$8,9 miliar.

Namun demikian, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menilai volume ekspor pada paruh pertama anjlok sekitar 13 persen.

“Rata-rata ekspor per bulan pada semester I/2019 itu 2,95 juta ton. Pada semester I/2020, rata-rata volume ekspor per bulan 2,55 juta ton. Tapi, rata-rata nilai jual semester I/2020 di level US$600 per tin, sedangkan semseter I/2019 antara US$515-US$520 per ton,” ujar Ketua GIMNI Sahat Sinaga kepada Bisnis, Rabu (15/7/2020).

Sahat meramalkan nilai ekspor minyak nabati pada tahun ini akan tumbuh 12-15 persen secara tahunan hingga akhir tahun ini. Namun demikian, volume ekspor akan terkontraksi sekitar 7-8 persen diandingkan realisasi akhir 2019.

Sahat menilai penurunan volume ekspor pada 2020 disebabkan oleh anjloknya permintaan global akibat pandemi Covid-19. “Pandemi Covid-19 ini pengaruhnya besar,” katanya.

Sahat menyatakan penurunan volume ekspor tersebut dapat menyebabkan industri minyak nabati nasional oversupply. Dengan kata lain, pada akhrinya harga produk minyak nabari domestik akan kembali rendah.

Maka dari itu, pihaknya berharap harus ada dorongan terhadap pengembangan teknologi produksi bahan bakar nabati yang dilakukan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Seperti diketahui, ITB saat ini tengah mengmbangkan produksi bio-avtur, bio-benzene, dan bio-diesel dari minyak sawit.

Menurutnya, pengembangan teknologi tersebut dapat menghilangkan potensi oversupply produksi alokasi ekspor. Pasalnya, kelebihan produksi tersebut dapat diserap oleh industri hilir nasional dengan penggunaan teknologi tersebut.

Adapun, lanjutnya, pabrikan akan mendorong pasokan minyak nabati dalam program B30 selama semester II/2020 untuk menghindari potensi oversupply tahun ini.

Di sisi lain, Sahat menyarankan agar pemerintah mengeratkan hubungan dagang dengan Pakistan. Menurutnya, penguatan hubungan dagang terseut dapat menumbuhkan volume ekspor produk hilir industri minyak nabati.

Sahat menjelaskan Pakistan merupakan pintu distribusi produk minyak nabati domestik ke negara-negara di Asia Tengah. Dengan kata lain, permintaan minyak nabati lokal ke Asia Tengah akan meningkat jika hubungan dagang antara Indonesia dan Pakistan membaik.

Saat ini, Pakistan menahan peningkatan pembelian produk hilir minyak nabati dari Indonesia. Pasalnya, defisit neraca dagang Pakistan terhadap Indonesia cukup besar.

“Kalau bisa dialihkan [seagian] impor kita ke Pakistan, sehingga akan mendorong penjualan ke Asia Tengah. Besar itu [permintaan produk minyak nabati dari] Asia Tengah,” ucapnya.

 

Sumber: Bisnis.com