Opini: Masa Depan Industri Sawit Indonesia, Pelajaran dari Kanada, dan Inovasi Teknologi

Dalam menghadapi tantangan global, sektor perkebunan kelapa sawit Indonesia berada di persimpangan jalan yang kritis. Artikel (http://mediaperkebunan.id/jelang-tpomi-2024-kemenperin-dorong-teknologi-pks-yang-lebih-efisien/) yang dipublikasikan di Media Perkebunan menyoroti upaya Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam mendorong penggunaan teknologi Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang lebih efisien menjelang Temu Profesi Minyak dan Lemak Indonesia (TPOMI) 2024. Ini merupakan langkah penting dalam menjawab tantangan sekaligus memanfaatkan peluang yang ada di sektor ini.

Menghadapi Isu Negatif dengan Inovasi

Menanggapi isu negatif yang seringkali dilontarkan oleh pihak Barat terhadap industri sawit Indonesia, ada pelajaran berharga dari sejarah yang bisa kita petik. Kasus transformasi Rapeseed Oil di Kanada menjadi Canola Oil adalah contoh klasik bagaimana sebuah negara bisa mengatasi stigma negatif dengan inovasi dan pemasaran yang cerdas. Ini menunjukkan bahwa perubahan strategis dapat membawa kesuksesan besar.

Pelajaran dari Kasus Rapeseed Oil Canola (Minyak Kanada)

Kita, sebagai pelaku industri sawit Indonesia, harus mengambil inspirasi dari kasus Rapeseed oil yang dihasilkan Kanada menjadi Canola.  Indonesia sudah saatnya mengubah persepsi negatif terhadap Crude Palm Oil (CPO), dimana kata CRUDE itu  sebetulnya tanpa kita sadari sudah men-downgrade minyak sawit kita.

Dengan inovasi dan rebranding Indonesia bisa menempuh langkah strategis dan memperkenalkan istilah baru yang lebih netral dan positif, seperti Palm Mesocarp Oil (PMO) atau bahkan dengan menghilangkan protein dan metal berat lainnya di minyak sawit yang diolah, produk/minyak yang dihasilkan disebut DPMO(Degummed Palm Mesocarp Oil), yang bisa menjad bagian dari strategi Re-Launching minyak sawit Indonesia. Inovasi ini tidak hanya akan mengubah cara pandang dunia terhadap produk sawit kita tetapi juga membuka peluang pasar baru yang lebih luas dan berkelanjutan.

Kebijakan dan Teknologi sebagai Kunci

Komentar Dirjen Industri Agro dan Agroindustri (I&A) Kemenperin menekankan pentingnya mendengarkan pandangan para ahli dan mengikuti perkembangan teknologi proses untuk menghasilkan produk sawit bernilai tinggi. Teknologi Dry-Process dalam pengolahan TBS menjadi minyak sawit, yang sering disampaikan oleh Plt. Direktur DMSI – Sahat Sinaga –  bisa menjadi terobosan yang signifikan dalam mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan(low emission carbon) dan sekaligus meningkatkan kandungan nutrisi dalam DPMO yang dihasilkan.

Rebranding dan Reposisi

Selain itu, usulan untuk menghilangkan kata “Kelapa” dari “Kelapa Sawit” dan hanya menggunakan “Sawit” menunjukkan perlunya konsep relaunching minyak sawit Indonesia, dan reposisi ke arah pasar yang lebih luas. Ini bukan hanya tentang mengubah terminologi, tetapi juga tentang memperkuat identitas produk sawit Indonesia sebagai komoditas global yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Kesimpulan

Inisiatif Kemenperin dalam mendorong perubahan teknologi PKS ke arah yang lebih efisien dan ramah lingkungan merupakan langkah awal yang baik. Namun, untuk benar-benar dapat memajukan industri sawit Indonesia menjadi lebih berkelanjutan dan diterima secara global, diperlukan kombinasi strategis antara inovasi teknologi, rebranding produk minyak sawit Indonesia, dan diplomasi industri yang efektif.

Kita harus keluar dari zona nyaman dan bergerak secara proaktif untuk mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada. Ini adalah waktu bagi industri sawit Indonesia untuk bersatu, berinovasi, dan memimpin pasar global dengan produk yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Ditulis oleh: Ir. Sahat M Sinaga

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *