Ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya ke negara nontradisional terus mengalami pertumbuhan.

Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, secara volume ekspor CPO Indonesia masih terus mengalami pertumbuhan sepanjang kuartal 1/2019. Adapun, pada Maret 2019, pertumbuhan yang cukup kuat ditopang oleh negara nontradisional seperti Korea Selatan, Jepang dan Malaysia.

“Peningkatan ekspor terbesar ada pada negara lain-lain atau yang di luar tujuan utama, terutama di Asia. Peningkatan ekspor di kelompok negara tersebut naik sekitar 60% secara bulanan. Kondisi ini cukup menggembirakan terlebih sejumlah negara tujuan ekspor [utama) justru mencatatkan penurunan,” katanya. Rabu (15/5) malam.

Dia mengatakan, saat ini para pengusaha sedang berusaha menyasar pasar Timur Tengah untuk mengungkit kinerja ekspor CPO dan produk turunannya. Salah satunya adalah Iran.

Berdasarkan data Gapki, pada Maret 2019 kinerja ekspor minyak sawit secara keseluruhan {biodiesel, oleochemical, CPO dan produk turunannya) meningkat 3% secara month to month (mun) atau naik dari 2,88 juta ton menjadi 2,96 juta.

Sementara itu, ekspor khusus CPO dan produk turunannya tercatat hanya tumbuh tipis yaitu 2,77 juta ton pada Februari menjadi 2,78 juta ton pada Maret. Kendati masih mengalami pertumbuhan, Joko mengatakan, ekspor CPO dan produk turunannya masih tertekan oleh sentimen dari kampanye negatif Uni Eropa. Selain itu, tekanan juga muncul dari perang dagang Amerika Serikat dan China yang berdampak kepada menumpuknya stok minyak kedelai di AS.

\’ Akibatnya, harga CPO masih terbilang rendah hingga April ini karena stok minyak kedelai melimpah di AS, harganya pun terus mengalami penurunan. Harga kedelai sangat berkaitan erat dengan CPO, sehingga ketika harga kedelai tertekan biasanya harga CPO juga melemah,” jelasnya.

Selain itu, India selaku salah satu pasar utama minyak sawit Indonesia juga mencatatkan penurunan permintaan CPO dari Indonesia. Berdasarkan data Gapki, pada Maret ekspor CPO dan turunannya dari Indonesia ke India membukukan penurunan yang tajam hingga 62% atau dari 516.530 ton pada Februari menjadi 194.410 ton pada Maret Penurunan permintaan juga terjadi di Afrika 38 %, Amerika Serikat 10%, China 4% dan Uni Eropa 2%.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia Sahat Sinaga mengatakan permintaan dunia terhadap produk CPO olahan masih sangat tinggi.

Potensi permintaan produk olahan masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produk mentah. “Sekarang tinggal bagaimana prosesi penghiliran di Indonesia ini dimaksimalkan. Secara harga produk olahan lebih tinggi dibandingkan dengan produk mentah dan secara permintaan lebih tahan terhadap sentimen global,” jelasnya.

Dia mengamini negara non-tujuan ekspor utama untuk produk turunan CPO sangat potensial untuk dikembangkan. Hanya saja, salah satu kendala yang dialami para eksportir adalah bea masuk yang tinggi. Pasalnya, sejumlah negara cukup resisten terhadap produk olahan atau produk jadi untuk melindungan industri dalam negerinya.

 

Sumber: Bisnis Indonesia