Pelaku industri kelapa sawit meminta agar pemerintah mendorong ekspor produk hasil olahan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) ke pasar ritel di Rusia, melalui kerja sama perdagangan antar pemerintah.

Dalam Festival Indonesia – Moscow 2019 terungkap bahwa ekspor produk CPO dari Indonesia ke Rusia yang mencapai 800.000 ton/tahun tidak digunakan untuk konsumsi rumah tangga.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) Sahat Sinaga mengatakan selama ini penggunaan hanya sebatas untuk industri konfeksioneri.

“Industri di sini ternyata tidak promosi minyak ini dijual di pasar. Jadi ekspor kita yang kemari dipakai oleh industri untuk konfeksioneri, speciality fat, margarin, sabun tapi tidak dijual ritel,” katanya. Minggu (5/7).

Dia menilai Rusia bisa menjadi ceruk pasar tambahan untuk devisa dengan mengekspor CPO bagi keperluan rumah tangga. Saat ini, pemakaian CPO di Rusia tersebut sebesar 1,1 juta ton per tahun yang 74,5% di antaranya dipasok dari Indonesia dan sisanya dari Malaysia dan Belanda.

Dengan tambahan konsumsi pasar ritel, Sahad optimistis ekspor bisa naik sekitar 200.000 ton-300.000 ton menjadi 1,1 juta ton khusus dari Indonesia. Hal ini bisa terlaksana apabila kedua belah pemerintah melakukan perjanjian dagang.

“Ini yang mulai harus kita terobos. Caranya adalah goverment to goierment. Pemerintah sini selalu bilang minyak sawit jelek sehingga industri ritel takut membeli,” katanya.

Setidaknya, lanjut Sahat, G2G akan memakan waktu 8 bulan sehingga baru tahun depan industri bisa mengekspor minyak sawit untuk ritel. Selain itu, Gimni juga telah melakukan perjanjian riset dengan peneliti setempat untuk melawan kampanye negatif.

Kementerian Perdagangan mengatakan siap memfasili tasi pembukaan pasar ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan produk turunannya melalui kerja sama dagang maupun ekonomi komprehensif dengan Rusia.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih menyebutkan, Ke-mendag sedang berupaya menjajaki pasar ekspor Rusia dengan cara menggelar pakta kerja sama melalui Eurasian Economic Union (EAEU).

“Kami sudah melakukan penjajakan awal untuk melakukan kerja sama dengan EAEU, di mana di dalamnya terdapat Rusia. Harapan kami,, dengan adanya kerja sama dengan EAEU, pasar ekspor Indonesia makin terbuka, salah satunya untuk produk CPO,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (8/5).

Selain mengupayakan pakta kerja sama tersebut, pemerintah Indonesia juga berupaya melakukan pendekatan secara bilateral dengan pemerintah Rusia agar produk Indonesia dapat masuk ke negara tersebut.

Dia mengakui, produk ekspor Indonesia seperti perikanan, makanan dan minuman serta CPO cukup diminati oleh konsumen Rusia. Hal itu, menurutnya, akan memberikan peluang bagi RI untuk mendongkrak kinerja ekspornya.

Di sisi lain, ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal menyebutkan, Rusia merupakan pasar yang menjanjikan untuk produk CPO RI. Terlebih, lanjutnya, Rusia tidak bergabung dengan Uni Eropa yang saat ini gencar melakukan pembatasan impor dan kampanye negatif terhadap CPO. Hal itu membuat, peluang RI untuk memaksimalkan pasar negara tersebut masih sangat terbuka.

“Hampir sama dengan Afrika, Rusia dan negara Eropa Timur lain memilki potensi yang menjanjikan bagi produk ekspor kita. Pembukaan kerja sama dagang dengan negara-negara itu sangat penting untuk mengurangi hambatan dagang berupa tarif yang tinggi.”

 

Sumber: Bisnis Indonesia