JAKARTA – Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) menyatakan kesiapannya untuk melaksanakan aturan terkait mandatori biodiesel 20% (B20). Penerapan kebijakan tersebut akan dilakukan pada 1 September 2018.

Ketentuan mengenai biodiesel tersebut tercantum dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 66 tahun 2018 tentang revisi kedua atas Perpres nomor 61 tahun 2015 tentang penghimpunan dan penggunaan dana perkebunanan kelapa sawit untuk memperluas penggunaan biodiesel.

Ketua Umum Aprobi MP Tumanggor menyatakan, dalam tahap pertama akan ada pengiriman ke enam depo yang kemudian bertahap dilakukan hingga Desember tahun ini mencapai target volume, distribusi serta sanksi bila tidak menjalankan aturan tersebut, siap dijalankan oleh pengusaha.

“Keenam depo, kan tidak sekaligus semuanya. Mungkin bulan pertama 500, bulan kedua 600, bertahap sampai Desember totalnya 2,9 PSO dan Non PSO,” kata Tumanggor di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (28/8).

Adapun tanda tangan kontrak antara Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN) dan pemerintah akan diadakan seremonial pengesahan B20 di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian pada Sabtu 1 September 2018 mendatang. “Besok tandatangan kontrak di Kementerian ESDM. B20 tidak ada masalah September jalan,” ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (28/8).

Ia menyebutkan dalam penandatangan nanti untuk BU BBN akan diberikan penrugasan untuk pengadaan B20 dan untuk kebutuhan biodiesel pada periode Mei-Desember tahun ini akan mencapai 2,9 juta kilo liter. “Totalnya 2,9 kilo liter. Mei yang PSO, non PSO sejak 1 September. Jadi pure tambahan aja 950 PSO, Non PSO 940 tambah 1,9 sekian kiloliter jadi tambahannya 2,9 kilo liter,” jelasnya.

Kemudian lanjut dia untuk memenuhi kebutuhan biodiesel, ia mengaku tidak masalah adanya tambahan untuk pemenuhan kebutuan biodiesel, karena kapasitas biofuel yang dimiliki industri mencapai 14 juta ton, sedangkan yang digelontorkan hanya sekitar 3 juta ton saja.

“Enggak ada masalah, industri FAME tidak ada masalah. Kapasitas kita kan sampai 14 juta ton, ini kita mau gelontorkan hanya 3 jutaan, ya enggak ada masalah,” ucapnya.

Untuk harga, lanjut Tumanggor, belum bisa menyebutkan, karena untuk kebijakan tersebut berada dalam kewenangannya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Terkait detail penyebaran dan besaran volume, Tumanggor menyampaikan melalui rapat koordinasi yang ia hadiri bersama Menteri Koordinator Perekonomian, telah tercapai kesepakatan adanya amandemen penambahan volume dan jalur distribusi pada biodiesel untuk public service obligation (PSO).

“PSO bisa diamendemen, tadi kita sudah rundingkan. Untuk menambah yang September-Desember, karena kan tambahan ini juga ada terkait lokasi, tadinya tidak ada di kontrak lama. Nanti diamandemen kontrak,” jelasnya.

Dia menuturkan bahwa dalam pelaksanannya nanti juga akan ada sanksi bagi pengusaha yang tidak menyalurkan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN) dan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BU BBM) sesuai perjanjian. Hal ini akan menjadi pendorong bagi produsen untuk menjaga komitmen menyediakan biodiesel tersebut Dengan demikian, ia optimistis untuk pengiriman biodiesel dari BU BBN ke BU BBM tidak seret karena akan memberlakukan denda. Jika telat mengirimkan biodiesel ke BU BBM dengan sengaja, BU BBN akan dikenakan denda sebesar Rp 6.000 per liter.

“Enggak karena takut kena denda, ya kan? Kalau saya misalkan BU BBN diberi kuota 10 juta KL liter, denda Rp 6.000. Jadi Rp 60 miliar kenda denda,” tegas Tumanggor. r

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan untuk penambahan biodisel akan tergantung dari harga solar, tapi ada pendapatan harga, jika lebih akan disubsidi untuk estimasi perkiraan harganya ia engag untuk menjelaskan.

Tidak ada mekanisme untuk menentyukan harga solar, jadi hrga nya berapa ada refensinya yang perlu terkait rumusan ada di aturannya”, tegas dia.

Sementara itu, Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) , Bhima Yudhistira Adhin-egara mengatakan apresiasinya atas langkah pemerintah untuk memanfaatkan B20, namun yang harus dipantau terkait dengan pelaksanaan teknisnya, karena tidak semua kendaraan dapat menggunakan biodiesel.

“Kita melihat secara fair B20 salah satu strategi yang harus diapresiasi bagus cuma bagaimana kesiapan level teknis tidka smeua kendaraab dicampur minyaksawitbisa jalan”, ujarnya saat ditemui di Jakarta, Selasa (28/8).

Ia menuturkan bahwa pemerintah dalam pelaksnaannya harus lah tegas dan membuatkan sanksi yang tegas untuk perusahaan yang tidak melaksanakannya, lantaran peraturannya yang akan segera diimpelemntasikan. Namun jika disisi yang lain industri otomotif khususnya industri alat berat, truk, yang akan pakai b20 dia . harus dikasih insentif.

Triyan Pangastuti

 

Sumber: Investor Daily Indonesia