Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan bertemu dengan beberapa tokoh di Eropa. Pertemuan itu berkaitan dengan rencana Uni Eropa untuk melarang penggunaan minyak kelapa sawit di wilayahnya. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menjelaskan bahwa kondisi industri sawit Indonesia semakin baik. Untuk mengetahui perjalanan purnawirawan jenderal ini, berikut ini petikan wawancara wartawan Tempo, Wahyu Muryadi, dengan Luhut selepas bertemu perwakilan Uni Eropa di Brussels, Belgia, pekan lalu.
Apa misi Anda menemui sejumlah petinggi Uni Eropa?
Sebenarnya saya tak hanya bicara soal sawit yang terancam dilarang ekspor. Tapi lebih menjelaskan semua kemajuan dan perkembangan Indonesia, termasuk di sektor energi dan lingkungan hidup. Banyak dari mereka yang masih belum memahami kondisi saat ini yang sudah membaik dalam banyak hal. Bahwa masih ada kekurangan di sana-sini, wajarlah. Akan kami perbaiki. Kalau semuanya pasti baik dan bagus, ya surga tempatnya.
Apa yang Anda minta dari Uni Eropa?
Kami bukan mau ngajak perang dagang seperti Amerika Serikat versus Cina, tapi mau perdagangan yang fair. Kami tidak juga mau mengemis.
Dalam dialog bersama Uni Eropa, Anda menyebut kebutuhan 2.500 pesawat terbang, apakah ini indikasi akan mengalihkan pesanan ke Boeing kalau UE melarang ekspor sawit?
Kami tak bermaksud melakukan retaliasi atau pembalasan. Sikap ini tak ada dalam kultur kami. Bayangkan kalau kalian disudutkan dengan alasan tak jelas.
Apa hubungan industri kelapasawitdengan rakyat miskin?
Sawit ditanam hanya bisa di selatan di negara yang sedang berkembang. Di Indonesia, ini menyangkut nasib sekitar 16 juta orang yang menggantungkan mata pencariannya di perkebunan sawit. Kalau dilarang, bisa repot. Mereka belum bisa beralih ke sektor lain.
Bagaimana sikap Uni Eropa setelah berdialog dengan Anda?
Mereka belum memutuskan karena mungkin harus siapkan materi tertentu. Resolusi sudah dijatuhkan, tapi belum berupa undang-undang.
Setelah adanya rencana ini, apa masih perlu Uni Eropa menjadi salah satu target andalan ekspor sawit?
Uni Eropa menjadi pasar ekspor terpenting kedua bagisawitIndonesia. Tapi, dalam perspektif lain, kami juga sebaiknya jangan tergantung pada Uni Eropa, karena ada Cina, India, dan negara lain. Kami juga sudah moratorium penanaman
sawit. Produk sawit kami sudah sangat comply dengan lingkungan hidup, bersertifikat seperti maunya Uni Eropa. Tapi kami seperti jadi korban. Makanya kalau mau dilarang harus jelas alasannya. Dibandingkan minyak nabati dari kedelai dan bunga matahari,sawit kami lebih unggul.
Bagaimana kalau Uni Eropa ingin mengecek ke lapangan?
Silakan saja datang, kami terbuka. Tapi mereka harus menghormati putusan WTO yang memenangkan Indonesia. Kami enggak takut kalau diaudit. Kami negara bermartabat, jangan dijadikan second class.
Sumber: Koran Tempo