JAKARTA – Pelonggaran kebijakan ekspor Crude Palm Oli (CPO) yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) diyakini akan berdampak positif terhadap industri minyak goreng nasional. Namun, peningkatan pengalian konversi hak ekspor atas pendistribusian DMO CPO/minyak goreng menjadi sebesar 1:9 kali awal Agustus 2022 ini, dinilai belum cukup buat industri.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNl) Sahat Sinaga menuturkan, proses untuk mendapatkan Perizinan Ekspor (PE) sebagai ‘SIM’ untuk mengakomodasi kegiatan ekspor, masih menemui jalan berliku dan panjang.

Proses panjang tersebut dimulai dari proses verifikasi, mendapatkan PE, mencari pembeli di luar negeri, dan baru memesan kapal untuk ekspor. Ia melihat produsen minyak goreng tidak mempunyai keahlian atau skill untuk mendistribusikan produk migor curah rakyat.

“(Apalagi distribusi) sampai ke 18.000 titik jual/simpul pasar di seluruh Indonesia dengan HET yang sudah digariskan,” ujarnya dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (4/8).

Menurutnya, Kemendag masih memiliki persoalan dalam menemukan cara bagaimana menjamin pasokan migor rakyat sampai ke pelosok. Lebih spesifik lagi jenis migor dengan harga terjangkau untuk konsumen atau masyarakat luas, dengan level penghasilan menengah ke bawah.

Begitu juga, dengan jaminan barang berupa migor yang selalu tersedia. Sementara, agar migor rakyat dapat tersedia di seluruh pelosok Indonesia, pola terbaik adalah berupa kemasan, bukan curah.

“Karena (migor) curah itu kenyataan di lapangan mengalami losses atau bocor besar, selama pengangkutan dan pengemasan kembali,” cetusnya.

Belum lagi, saat ini kapasitas mesin packing terpasang untuk minyak goreng kemasan sederhana berupa pillow-pack dan bottling, baru berada di level sekitar 35 ribu kiloliter/bulan. Pengemasan migor berukuran 0,5 liter, 1 liter dan 5 liter in I sedianya diperuntukan bagi usaha kecil, warung makan dan tukang gorengan.

Sekadar tambahan, Sahat menegaskan, kebutuhan minyak kemasan bisa mencapai sekitar 220 ribu kiloliter/bulan.

“Kapasitas yang 220 ribu kiloliter/bulan itu perlu dipikirkan. Bagaimana metode untuk menarik perhatian investor, agar menanamkan modal di packing-line di seluruh Indonesia,” ucapnya.

Dua Langkah
Untuk itu, GIMNI telah menyarankan dua hal, untuk menjamin pasokan migor rakyat ke 18.000 titik jual atau titik simpul pasar di Indonesia. Pertama, buat minyak goreng kemasan ‘MINYAKITA’ bisa menarik bagi konsumen jika PPN-nya dibebaskan atau ditanggung pemerintah.

Kedua, merek dagang ‘MINYAKITA’ diberikan kuasa kepada distributor pemerintah seperti BULOG dan ID Food, bukan ke swasta. Dengan cara ini, alur distribusi dari produsen sampai ke 18.000 titik jual betul-betul dapat terawasi dan terjaga.

Dengan demikian, bila terjadi disparitas harga antara HET dengan harga komersial dengan selisih banyak, seperti yang terjadi di lima bulan pertama di 2022, maka spekulan-spekulan di jalan bisa diatasi, bahkan dihindari. Karena alur distribusi dilakukan oleh institusi pemerintah, layaknya model distribusi Pertamina yang dari hulu sampai ke SPBU, semua alur terawasi.

“Demikianlah model yang dipakai untuk migor rakyat ini supaya lancar. Kalau persoalan utama ini terawasi dan terkelola dengan baik, maka model DMO yang ribet itu bisa dihapus,” cetusnya.

Terus Memantau
Sementara itu, Kemendag sendiri memastikan terus melakukan pemantauan perkembangan harga dan distribusi minyak goreng curah di semua daerah di Indonesia. Berdasarkan pantauan harian Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kemendag pada 216 pasar di seluruh Indonesia, harga minyak goreng curah secara rata-rata untuk Pulau Jawa dan Bali telah di bawah harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000/liter.

“Bahkan di Jambi mencapai Rp13.000 per liter”, kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di Jambi Selasa.

Ia membeberkan, untuk per 1 Agustus 2022, harga minyak goreng curah di Pulau Jawa dan Bali tercatat Rp12.937/liter, atau turun lebih dari 6,95% jika dibandingkan bulan lalu. Sementara rata-rata harga nasional dibandingkan bulan lalu telah mencapai level Rp14.300/liter atau turun sebesar 9,49%.

“Provinsi lain seluruhnya menunjukkan tren penurunan dengan rincian rata-rata harga untuk wilayah Sumatera mencapai Rp13.251/liter, di Pulau Kalimantan Rp13.854/liter, Sulawesi Rp14.408/liter, serta Maluku dan Papua sebesar Rp18.621/liter,” kata Zulkifli.

Menurutnya, khusus untuk Minyak Ggoreng Curah Rakyat (MGCR) sudah tersedia di 18.024 pengecer mitra Pelaku Usaha Jasa Logistik dan Eceran (PUJLE). Mira ini tersebar pada 241 kabupaten atau kota di 25 provinsi dengan tanda khusus atau ada spanduk Harga Eceran Tertinggi (HET).

Pemerintah, lanjutnya, juga terus memperluas cakupan pendistribusian yang sebelumnya minyak goreng kemasan menjadi minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan rakyat. Minyak Goreng Kemasan Rakyat harus menggunakan merek ‘Minyakkita’ dan mencantumkan HET sebesar Rp14.000 per liter.

“Sampai dengan 1 Agustus 2022 terdapat sebanyak 95 perusahaan telah mendapatkan persetujuan penggunaan merek Minyakita’ dari Kementerian Perdagangan dan akan terus bertambah mengingat animo perusahaan terhadap pelaksanaan program ini yang baik,” tuturnya.

Kemendag, kata Zulkifli, juga telah melakukan peluncuran Program MGCR dengan menggunakan merek ‘Minyakita’ pada 6 Juli 2022. Kemendag optimis bahwa Minyakita akan meningkatkan jangkauan Program MGCR dan memperkuat mitra pengecer PUJLE di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam satu bulan ini diharapkan program sudah menjangkau terutama wilayah Indonesia Timur sehingga HET minyak goreng curah di seluruh Indonesia dapat segera tercapai.

 

Sumber: Validnews.id