Nasib pemasukan dana dari pungutan ekspor produk kelapa sawit dan turunannya yang diperoleh dan dikelola Badan Pengelola Dana Pungutan Kelapa sawit(BPDP KS) di tahuh 2019 bergantung pada harga komoditas itu di pasar internasional.

Soal target pendapatan di tahun 2019, bergantung pada harga di pasar internasional, ” kata Direktur BPDP KS, Herdrajat Natawidjaja, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Ketergantungan terhadap harga pasar internasional itu, berkaitan dengan adanya aturan baru yang dikeluarkan pemerintah berupa persyaratan harga ekspor bagi penetapan besaran pungutan ekspor CPO dan produk turunannya.

Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/PMK. 05/2018 yang berlaku mulai 4 Desember 2018 lalu, pemerintah menolkan (o dolar AS per ton) seluruh tarif pungutan ekspor apabila harga CPO internasional berada di bawah 570 dolar AS per ton.

Sementara itu, jika harga berada di kisaran 570 dolar AS – 619 dolar AS per ton, maka pungutan ekspor CPO menjadi 25 dolar AS/ per ton. Sedangkan bila harga internasional sudah kembali normal di atas US$ 619/ton, pungutan ekspor CPO kembali ditetapkan 50 dolar AS per ton.

Di samping mengatur pungutan ekspor CPO, peraturan Menteri Keuangan ini juga menetapkan besaran pungutan ekspor turunan pertama dan kedua dari komoditas tersebut.

Untuk tahun ini, menurut Herdrajat, pendapatan dari pungutan ekspor CPO dan produk turunannya yang diperoleh BPDP KS hingga November mencapai Rp 14 triliun. Jumlah ini jauh lebih besar dari target awal yang ditetapkan hanya Rp 11 Triliun.

“Kalau kondisinya sama dengan tahun ini, pendapatan di tahun depan bisa mencapai Rp 14 triliun, tapi kan kondisinya beda,” ujarnya.

Menurut Direktur Penyaluran Dana BPDP KS, Edi Wibowo, dari pendapatan sebesar Rp 14 triliun itu, sekitar Rp 5,51 triliuun telah dikucurkan untuk pembayaran insentif produksi biodiesel. Adapun produksi biodiesel yang dibayarkan insentifnya itu adalah sekitar 2,07 juta kilo liter.

Adapun dana yang dibayarkan BPDP KS kepada produsen biodiesel yang ditunjuk pemerintah adalah selisih biaya produksi biodiesel melalui CPO dan harga minyak bumi.

“Tahun ini, pembayaran dana insentif itu lebih murah karena harga minyak bumi yang tinggi,” katanya.

Menurutnya, saat ini dana insentif yang dikucurkan BPDP KS adalah Rp 2.070 per liter. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan insentif yang dikucurkan tahun lalu sebesar RP4.075 per liter.

Selain untuk insentif program biodiesel, dana pungutan ekspdr yang diperoleh BPDP KS juga digunakan untuk program peremajaan sawit rakyat (PSR). Program Peremajaan sawit Rakyat ini merupakan program prioritas Pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani kelapa sawit.

Peremajaan sawit rakyat pertama kali diluncurkan pada 13 Oktober 2017 berlokasi di Kabupaten Musi Banyuasin, mencakup lahan seluas 4.400 hektare, yang diperkiraan melibatkan sekitar 2.200 petani swadaya.

Tahun ini, PSR ditargetkan mencapai 185.000 hektar. Hingga Akhir November, lahan kebun sawit petani yang sudah menjalani program ini mencapai sekitar 15.600 hektar.

Dengan adanya program PSR ini diharapkan produksi kelapa sawit petani bisa mengalami peningkatan menjadi 8 ton per hektar sehingga hasilnya bisa meningkatkan kesejahteraan petani kelapa sawit di dalam negeri.

 

Sumber: Tabloid Agro Indonesia