JAKARTA- Pemerintah akan menerapkan Sertifikasi Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil System/ISPO) untuk industri hilir sawit nasional. Hal tersebut dilakukan guna memenuhi tuntutan pasar global akan aspek keberlanjutan (sustainability) pada produk akhir berbahan baku sawit. Ketentuan ISPO tersebut nantinya tertuang dalam peraturan menteri perindustrian (permenperin).
Deputi II Bidang Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud menjelaskan, saat ini sustainability sudah menjadi tuntutan pasar global. Indonesia pun sangat menyadari akan hal tersebut, saat ini secara nasional terdapat 122 regulasi pengelolaan aspek keberlanjutan yang berbasis sumber daya alam dan untuk sawit telah terangkum dalam ISPO melalui Perpres No 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. “Kita tidak bisa menghindari bahwa sustainability telah menjadi tren global. Karena itu, ISPO bukan hanya untuk industri hulu sawit, tapi kita juga sedang membangun ISPO untuk produk akhir sawit, jadi nanti untuk industri hilir sawit akan diterbitkan ISPO. ISPO hilir ini nanti dimotori Menteri Perindustrian, saat ini sedang disusun (regulasinya),” kata Musdhalifah.
Musdhalifah menjelaskan, saat ini Indonesia menguasai 55% pasar minyak sawit dunia, sementara Malaysia di posisi 28%. Sementara itu, pada saat yang sama makin banyak negara di dunia yang mulai me- ngembangkan dan memperluas perkebunan sawitnya, seperti Thailand dengan pangsa 5%, Kolombia 2%, juga Nigeria, Ghana, Honduras, dan Papua Nugini. Negara konsumen sendiri menuntut pemenuhan aspek sustainability sehingga Indonesia pun melahirkan ISPO. “Saat ini, kita nomor satu di dunia untuk sawit, sehingga kita harus mengakomodasi keinginan global terkait aspek sustainability, kita cari yang terbaik dan bisa dilakukan bertahap. Kita harus membangun supply chain sawit sampai ke hilir, hingga end product, karena dinamika sustainability terus berkembang, sekarang sudah mulai masuk ke supply chain dan traceability,” jelas dia. Ketentuan ISPO yang tertuang dalam Perpres No 44 Tahun 2020 merupakan penyempurnaan dari Permentan No 11 Tahun 2015. Dengan perpres itu, Indonesia berusaha mengakomodasi prinsip-prinsip ramah lingkungan di pasar global tapi tetap mengacu ketentuan perundangan yang berlaku di Indonesia. Melalui perpres itu, pemerintah berusaha mengubah prinsip bahwa tanggung jawab sustainability bukan hanya pada satu kementerian tapi negara dan semua bidang bertanggung jawab mewujudkannya, juga meneguhkan bahwa penerbitan sertifikat bukan lagi oleh pemerintah tapi lembaga independen yang profesional. “Harapannya, keberterimaan ISPO menjadi lebih baik di pasar global,” kata dia saat diskusi publik Masa Depan Sawit Indonesia di Pasar Uni Eropa (UE) Pasca Covid-19, kemarin.
Lebih jauh Musdhalifah mengatakan, penerapan ISPO di industri hulu sawit nasional sudah dijalankan sejak 2011 dan mengacu aturan lama saat ini sudah 30% perkebunan Indonesia yang telah menerapkan ISPO. Awalnya, pemerintah menargetkan pada 2014 seluruh perkebunan sawit di Indonesia sudah 100% menerapkan ISPO namun kemudian mundur. “Pada kenyataannya, dari hasil evaluasi, keberterimaan ISPO itu memang kurang. Itulah yang kemudian pemerintah memperbaikinya dan melahirkan Perpres No 44 Tahun 2020. Kami pastikan ISPO dan RSPO sebenarnya hampir sama isinya, hanya cara pembahasannya yang berbeda, jika RSPO tidak ada terkait aspek legal maka ISPO aspek legal menjadi nomor satu. Kami akan terus berupaya meningkatkan keberterimaan ISPO melalui berbagai komunikasi yang se- dang kami bangun,” jelas dia.
Bangun Daya Saing
Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Unila Bustanul Arifin mengatakan, sawit merupakan produk yang mampu menghasilkan volume minyak nabati paling efisien dibandingkan minyak nabati lain, seperti minyak kedelai, minyak bunga matahari, dan minyak rapa (kanola), dan lain-lain. Karena itu, sawit berkelanjutan adalah keniscayaan. Sertifikasi berkelanjutan di tingkat global (RSPO) yang bersifat sukarela dan tingkat nasional (ISPO) yang bersifat wajib untuk membangun keunggulan keberlanjutan (daya saing) harus dilakukan. “Dan sudah seharusnya rencana tata ruang wilayah yang matang perlu menjadi bagian integral dari perwujudan visi berkelanjutan, di antaranya melalui sertifikasi ISPO,” kata ekonom senior Indef itu.
Melalui Perpres No 44 Tahun 2020, sertifikasi ISPO bersifat mandatori bagi semua tipe perkebunan, baik perkebunan rakyat, perkebunan negara, maupun perkebunan swasta, untuk perkebunan rakyat diberikan masa transisi selama lima tahun. Sertifikasi dilakukan lembaga sertifikasi yang memenuhi aspek independensi dan transparansi. Terdapat tiga peraturan pelaksana dari Perpres No 44 Tahun 2020 yaitu Permenkoper-ek No 10 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kelola Dewan Pengarah Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, Permentan No 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, dan Permenperin yang mengatur aspek hilir sawit dan saat ini masih on progress. Pemerintah Indonesia akan terus berupaya meningkatkan daya saing dan keberterimaan ISPO secara nasional dan internasional.
Sumber: Investor Daily Indonesia