JAKARTA. Kebijakan mewajibkan pencampuran 30% biodiesel dalam bahan bakar solar atau B30 akan mulai dilakukan 1 Januari 2020. Untuk menjalankan kebijakan ini, pemerintah menetapkan kuota fatty acid methyl ester (FAME) sebesar 9,6 juta kiloliter (KL), naik dari kuota tahun 2019 yang sebesar 6,6 juta KL di program B20.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, angka tersebut tidak sepenuhnya bisa dipenuhi oleh PT Pertamina (Persero). Perusahaan pelat merah ini hanya akan memenuhi 8,4 juta KL. Sisanya dipasok oleh PT AKR Corpo-rindo Tbk.

“Tahun depan, kami sudah ada tanda tangan kontrak dengan 18 perusahaan yang mencukupi seluruh 8,4 juta KL tersebut,” terang Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Senin (23/12).

Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan, bergulirnya kebijakan B30 ini dipastikan akan mengalihkan 30% pasokan ekspor biodiesel ke pasar dalam negeri. “Kami memakai sekitar 30% – 35% dari total ekspor untuk B30, nanti kalau B40 dan B50 lebih banyak lagi,” ujar dia.

Asal tahu saja, selama ini produksi minyak sawit Indonesia mencapai lebih dari 40 juta ton per tahun. Dari angka tersebut 60% hingga 70% cttjual ke pasar ekspor.

Pengalihan dari ekspor ke pasar dalam negeri membuat permintaan minyak sawit meningkat. Hal ini bisa mengerek harga sawit di pasar global.

Paulus bilang, permintaan yang meningkat memberikan efek positif bagi petard. Harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani pun ikut naik.

“Sebelumnya petani cuma dapat Rp 800 per kilogram (kg) TBS sekarang sudah Rp 1.400 hingga Rp 1.500 per kg.

Ini kan sudah hampir dua kali lipat,” terang Paulus.

Tiga keuntungan

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta penerapan B50 bisa dimulai pada awal tahun 2021. “Tadi saya sudah perintah lagi kepada Menteri ESDM dan Direktur Utama Pertamina untuk masuk nanti tahun depan ke B40 dan awal 2021 masuk juga ke B50,” tandas Jokowi.

Perintah tersebut disampaikan Jokowi bukan tanpa alasan. Ada tiga alasan yang dikemukakan Jokowi untuk penerapan program biodiesel.

Pertama, pencarian sumber energi baru dan terbarukan (EBT) untuk mengganti energi fosil. Hal ini dilakukan sebagai langkah menjaga kelestarian lingkungan untuk mendorong emisi karbon.

Kedua, penerapan program biodiesel juga akan berdampak pada neraca perdagangan. Pasalnya dengan mencampur
minyak dengan minyak nabati akan menurunkan impor minyak dan gas Indonesia.

“Kalkulasinya jika kita konsisten menerapkan B30 ini hemat devisa kurang lebih Rp 63 triliun,” terang Jokowi.

Ketiga,, Jokowi bahkan menegaskan untuk mendorong program biodiesel hingga mencapai B100. Hal itu akan
meningkatkan konsumsi dalam negeri terhadap minyak sawit mentah (CPO).

Peningkatan konsumsi dalam negeri akan menghilangkan ketergantungan terhadap eksternal.

Asal tahu saja produk sawit Indonesia selama ini mendapatkan tekanan untuk masuk ke negara lain.

 

Sumber: Harian Kontan