SAMARINDA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur memutuskan untuk memperpanjang penangguhan izin perkebunan sawit di wilayahnya.

Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak, mengisyaratkan akan terus mengoptimalkan izin-izin yang telah dimiliki pengusaha dan tidak akan menerbitkan izin baru untuk kegiatan kelapa sawit pasca peralihan kewenangan.

Pernyataan Awang itu disampaikan Kepala Dinas Perkebunan Kaltim H Ujang Rachmad, akhir pekan lalu. Berdasarkan data yang dihimpun sampai dengan tahun lalu, tercatat ada” 351 perusahaan subsektor perkebunan kelapa sawit beroperasi di Kaltim.

Adapun pemegang izin usaha perkebunan (IUP) sebanyak 297 perusahaan dan pemegang izin hak guna usaha (HGU) sekitar 156 perusahaan, sedangkan luasan lahan IUP mencapai 2,26 juta hektare.

Sementara itu, HGU mencapai 1,02 juta hektare. Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis sebelumnya, produksi crudepalm oilatau CPO mencapai 2,5 juta ton-3,5 juta ton dari 1,15 juta hektare kebun kelapasawittiap tahunnya.

Jumlah itu setara dengan 14 juta ton tandan buah segar. Dinas Perkebunan Kaltim menargetkan 2018 ini jumlah produksi meningkat menjadi 18 juta ton.

Gubernur tak menjelaskan sampai kapan moratorium perkebunan ini akan dicabut. Namun, Awang menyatakan pihaknya saat ini akan fokus menertibkan izin-izin yang sudah ada.

Komitmen ini sudah lama tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) No. 17/2015 tentang Pemberian Izin dan Non Perizinan serta Penyempurnaan Tata Kelola Perizinan di Sektor Pertambangan, Kehutanan, dan Perkebunan Kelapa Sawit.

Ratusan izin dan jutaan hektare lahan sawit, menurut Awang, mesti ditertibkan agar pengembangansawitlebih optimal terarah.

“Perkebunan siap menggantikan posisi minyak dan gas bumi sebagai sumberenergi baru terbarukansekaligus penghasil serta lokomotif ekonomi Kaltim,” harapnya.

Data yang dihimpun Dinas Perkebunan menyebut sebanyak 75 pabrik pengolahan telah terbangun. Dalam beberapa tahun ke depan pabrik CPO di Kaltim ditarget dapat mencapai 92 pabrik yang tersebar di beberapa kabupaten.

Direktur Eksekutif Wahana lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim Fathur Roziqin mengapresiasi kebijakan ini karena sejalan dengan instruksi presiden.

“Kajian khusus kerusakan kita belum lakukan. Tetapi untuk kasus sawit, kita banyak tangani konflik-nya,” jelasnya kemarin.

Menurut Fathur, penanganan kasus sawit tidak cukup hanya dengan menunda izin baru, pemerintah daerah juga mesti melakukan audit lingkungan, mengingat situasi konflik dan degradasi lingkungan yang diakibatkan.

“Yang juga terpenting adalah audit perizinan yang menuai konflik agraria. Konflik ini kian meluas, berbanding lurus dengan sebaran izin yang terbit,” sambungnya.

 

Sumber: Bisnis Indonesia