Kepala Sekretariat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), Azis Hidayat mengatakan, penerapan skim ISPO ditingkat pelaku kelapa sawit baik pelaku usaha, pemerintah dan petani terus meningkat.

Kondisi ini tentu saja berdampak pada citra kelapa sawit Indonesia di pasar global, yang secara tidak langsung akan berpengaruh pada menguatnya harga. Apalagi penerapan skim ISPO merupakan skim mandatori yang harus dipatuhi seluruh pelaku perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak terkecuali petani.

Sampai Agustus 2019 sertifikat ISPO yang telah terbit sebanyak 566 (556 perusahaan, 6 Koperasi Swadaya, dan 4 KUD Plasma) dengan luas total areal 5.185.544 Ha, Tanaman Menghasilkan seluas 2,961.293 Ha, total produksi  TBS 56.650.844 ton/th  dan CPO 12.260.641 ton/th. Produktivitas 19,07 ton/ha dan Rendemen rata-rata 21,70 %.

Terdiri dari perusahaan Swasta 508 sertifikat, dengan luas areal 4.896.546 Ha ( 63% Ha dari luas total 7,788 juta Ha); PTP Nusantara 48 sertifikat, dengan luas areal 282.762 Ha ( 40 % dari luas total 713 ribu Ha); dan Koperasi Pekebun Plasma-Swadaya 10 sertifikat seluas 6.236 Ha (0,107 % dari luas total 5,807 juta Ha).

“Implementasi percepatan sertifikasi ISPO telah menunjukkan hasil yang signifikan dan telah melampaui target Sertifikasi ISPO tahun 2019 seluas 5 juta Ha,” kata Azis, dalam acara FGD Minyak Sawit Berkelanjutan: Diskusi Sawit Bagi Negeri Vol 4 dengan tema “Petani Butuh Keberlanjutan Harga CPO Naik” Kamis (26/9/2019) di Jakarta yang diadakan Media InfoSAWIT.

Terkait realisasi sertifikasi ISPO bagi pekebun yang masih rendah, disebabkan beberapa masalah utama, antara lain, aspek legalitas/kepemilikan lahan yang sebagian besar berupa Surat Keterangan Tanah (SKT), sebagian areal terindikasi masuk kawasan hutan, pengurusan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB), keengganan membentuk koperasi pekebun, dan masalah pendanaan (pra kondisi dan biaya audit).

Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan/ Komisi ISPO  berupaya untuk meyakinkan semua pihak (Kementerian dan Lembaga terkait) agar lebih meningkatkan komitmen untuk bersama-sama mendukung kebijakan percepatan Sertifikasi ISPO dan melaksanakan Instruksi Presiden No. 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.

Selain hal tersebut, Komisi ISPO juga mengusulkan agar biaya pra kondisi dan audit ISPO untuk Pekebun bisa mendapat dukungan dari Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Alokasi dukungan dari BPDPKS itu diharapkan dapat membantu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kelapa sawit pekebun, mulai dari pelatihan, pendampingan saat pra kondisi, pembentukan kelembagaan, hingga proses mendapatkan Sertifikat ISPO dan bermitra dengan perusahaan besar.

 

Sumber: Infosawit.com