BESOK, pelaksanaan penggunaan bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel (minyak kelapa sawit) dengan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar sebesar 20%. atau yang dikenal B20, dimulai.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan telah meneken beberapa regulasi yang mengatur tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel dalam rangka pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Regulasi itu menjelaskan aturan lanjutan dari Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Regulasi pertama yang diterbitkan ialah Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Aturan yang diundangkan sejak 24 Agustus 2018 itu mewajibkan badan usaha bahan bakar minyak (BU BBM) mencampur BBN jenis biodiesel dengan BBM jenis solar sebesar 20% (B20).
Apabila kebijakan perluasan B20 berjalan lancar penggunaanenergi baru terbarukan(EBT) akan meningkat menjadi sekitar 15% dalam bauran BBM. Meski begitu, pemerintah optimistis untuk membidik sektor transportasi sehingga mengoptimalkan pemanfaatan EBT menjadi 20%.
“Jadi, kalau bisa, ya, ekspansinya ke etanol sehingga bensin itu, baik yang RON 88 premium sampai ke pertamax (turbo) yang RON 98. bisa dicampur etanol,” ujar Jonan pada acara Indoebtke Conex ke-7 di Jakarta, Rabu (29/8).
Sanksi denda
Seperti dikutip dari situs Kementerian ESDM, BU BBM yang diwajibkan melaksanakan mandatori B20 ialah mereka yang memiliki kilang dan menghasilkan BBM jenis solar dan/atau yang melakukan impor BBM jenis solar.
Apabila BU tidak menjalankan kewajiban tersebut, mereka akan dikenai denda sebesar Rp6.000 per liter volume BBN yang akan dicampur dengan BBM. Jika tiga kali peringatan tetap tidak patuh, sanksi lebih berat, yakni pencabutan izin, menanti mereka.
Pascaterbit produk-produk turunan hukum yang melengkapi Perpres No 66 Tahun 2018 itu, pemerintah langsung bergerak cepat dengan menandatangani kontrak atau head of agreement (HoA) antara BU BBM dan BU BBN.
Penandatanganan kontrak itu melibatkan 11 BU BBM, di antaranya PT Pertamina, PT AKR Corporindo, PT Exxonmobil, dan PT Shell Indonesia. Dari 19 BU BBN yang akan diberi alokasi volume biodiesel, di antaranya PT Cemerlang Energi Perkasa, PTWilmarBioenergi Indonesia, serta PT Pelita Agung Industri.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Apro-bi) Master Parulian Tumanggor mengatakan kebijakan pemerintah memperluas penggunaan B20 sangat baik, bukan hanya meningkatkan kehandalan mesin kendaraan dan meningkatkan kualitas udara, melainkan juga membantu pemerintah menghemat devisa.
Bank Indonesia menyebutkan kebijakan menggunakan 20% biodiesel untuk bahan bakar solar akan menurunkan volume impor minyak yang diperkirakan menghemat nilai impor hingga sekitar US$6 miliar/tahun sehingga dapat menekan defisit transaksi berjalan. (OL/E-2)
Andhika Prasetyo
Sumber: Media Indonesia