Pengusaha kelapa sawit bisa bernapas lega dengan dihapus sementara pungutan ekspor Crude palm oil (CPO). Kebijakan tersebut akan mendongkrak ekspor CPO ditengah anjloknya harga.

Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (GAPKI) Tofan Mahdi mengatakan, langkah pemerintah ini mampu mengurangi dampak negatif turunnya harga CPO. “Alhamdulillah, kami pikir ini kebijakan yang tepat dan menjadi solusi jangka pendek, sambil kita meningkatkan daya serap pasar domestik dan memperluas pasar ekspor.” kata Tofan di Jakarta, kemarin.

lapun berharap, dengan adanya support dari pemerintah ini, pelaku usaha perkebunan kelapa sawit di dalam negeri juga harus terus meningkatkan produktivitas. “Ini tugas industri sawit kedepannya. Kita harus terus tingkatkan produktivitas,” ujarnya.

Sekretaris Eksekutif Gapki Kalimantan Barat (Kalbar) Idwar Hanis mengatakan, anjloknya harga sawit harus segara diatasi dengan sejumlah kebijakan. Sebab, anjloknya harga sawit berdampak pada ekonomi daerah penghasilnya, salah satunya Kalbar.

“Yang menanam sawit bukan hanya perusahaan namun juga masyarakat sehingga harga yang jatuh sangat berdampak dengan ekonomi masyarakat,” ujarnya.

Menurut dia, selama ini, setiap ton eskpor CPO dikenakan pungutan 50 dolar AS. Padahal, posisi harga CPO sudah di bawah 500 per ton dolar AS. Kondisi itu sangat mengkhawatirkan, terlepas dari faktor apa yang mempengaruhi penurunan harga tersebut.

“Penghapusan pungutan ekspor adalah solusi jangka pendek, sembari seluruh pihak terus berupaya meningkatkan daya serap pasar domestik dan memperluas pasar ekspor.” tambahnya.

la berharap, kebijakan tersebut dapat segera menaikkan harga CPO di pasar internasional. Jika masalah harga tidak ditangani segera, dampak yang dikhawatirkan adalah pemutusan hubungan kerja dan berdampak negatif terhadap petani sawit.

“Penurunan harga minyak sawit mentah ini berdampak langsung terhadap harga jual tandan buah segar (TBS) yang menjadi andalan petani antuk dijual kepada pabrik pengolahan minyak sawit,” tukasnya.

Berdasarkan data Gapki, pada tahun 2017 volume ekspor tercatat tumbuh 23,6 persen menjadi 31.05 juta ton atau dengan nilai 22.97 miliar dolar AS. Jika terjadi penurunan nilai ekspor sebanyak 8.5 persen maka diprediksi ekspor tahun 2018 hanya 21.02 miliar dolar AS dengan volume 28,45 juta ton.

 

Sumber: Rakyat Merdeka