Kementerian Perindustrian diketahui tengah menyiapkan peraturan untuk mewajibkan produk minyak goreng mengandung Vitamin A. Kewajiban itu akan diatur melalui revisi Peraturan Menteri Perindustrian No. 87/2013.

Namun, hal ini ditolak oleh Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) karena akan berbagai faktor.

“Jika fortifikasi [penambahan Vitamin A] menjadi wajib, akibatnya Indonesia bergantung kepada impor Vitamin A sintetik. Setiap tahun, kita akan buang devisa ratusan juta dolar ke luar negeri,” kata Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga, seperti dikutip dari siaran pers, Minggu (22/07/2018). 

Selain itu, lanjutnya, kebijakan ini juga menimbulkan risiko hukum bagi produsen terkait stabilitas Vitamin A mulai dari pabrik sampai ke retailer dan retensi vitamin A pada saat penggorengan, karena ada rentang waktu pengiriman minyak goreng dari pabrik sampai ke masyarakat.

“Tidak ada jaminan berapa kadar kandungan vitamin A sampai di tangan konsumen. Apabila di bawah ambang batas, kami (produsen) bisa dituntut,” ucap Sahat.

Merespons hal ini, Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) telah mengirimkan surat kepada Ditjen Industri Agro Kementerian Perindustrian pada 13 Juli 2018.

Direktur Eksekutif PASPI Tungkot Sipayung menyebutkan aturan fortifikasi ini tidak berdasarkan perintah perundang-undangan melainkan sebatas permintaan Menteri Kesehatan melalui surat kepada Kementerian Perindustrian pada 2012 lalu.

Penambahan vitamin A sintetik berpeluang menciptakan monopoli dan melanggar UU No.5/1999, karena pemasok vitamin A ini terbatas kepada dua negara saja. Dengan demikian, menurutnya, tidak menutup kemungkinan produsen vitamin A bisa mengendalikan industri minyak goreng sawit dalam negeri.

Tungkot mengatakan sebaiknya fortifikasi bersifat sukarela, bukan mandatori untuk mendapatkan sertifikasi SNI.

“Yang dikhawatirkan ada kekuatan besar ingin kewajiban fortifikasi vitamin A dipertahankan dalam SNI. Kami sayangkan menteri perindustrian tersandera, begitupula dengan SNI minyak goreng sawit belum diterbitkan. Ada kekuatan besar di balik ini semua, karena nilai bisnis bisa triliunan rupiah per tahun,” kata Tungkot.

 

Sumber: Cnbcindonesia.com