CSR PT KIDECO JAYA AGUNG

Pemerintah diminta segera mengimplementasikan perubahan regulasi penggunaan minyak goreng curah maupun jelantah. Produk olahan kelapa sawit ini dinilai perlu diberikan standarisasi dalam pemasarannya. 

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan kemasan pada minyak goreng tersebut menjadi penting lantaran alasan kesehatan. Catatan label pun diperlukan untuk memberikan kontrol rasa aman kepada masyarakat dalam mengetahui sumber makanan yang dikonsumsi.

“Belum ada regulasi yang melarang menjual minyak goreng bekas, Kementerian Perdagangan harus mengawasi peredaran minyak jelantah ini,” kata Sahat ditemui usai menghadiri acara diskusi di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Maret 2019. 

Minyak goreng jelantah sejatinya sama saja dengan sisa penggunanya pelumas kendaraan bekas yang peredarannya juga perlu diawasi. Menurut Sahat, regulasi yang dibentuk mestinya bisa memaksimalkan kehadiran sisa minyak busuk. Keperluan industri pengolahan bahan bakar carbon saat ini kian meningkat.

“Sekarang ada pasar biohydrocarbon, minyak bekas bisa jadi bisnis tinggal dikumpulkan saja untuk diolah kembali,” paparnya.

Lebih lanjut, minyak goreng curah saat ini masih dikonsumsi sebagaian besar masyarakat Indonesia. Faktor harganya yang lebih minim dibandingkan produk kemasan, kata Sahat, unsur kesehatan menjadi kurang diperhatikan.

Meski demikian, implementasi penghapusan penggunaan minyak goreng curah ini perlu komitmen yang kuat. Pelaku industri hanya butuh kebijkan insentif fiskal untuk leluasa mencapai target yang dicanangkan pada 2020.

“Saya sarankan kasih kesempatan satu tahun minyak kemasan untuk penetrasi pasar tradisional, tetapi PPn jangan dipungut. Perusahaan tidak dapat keuntungan dari ini, semua atas peran kehadiran negara,” tuturnya.

Upaya untuk mengubah kebiasaan membeli minyak goreng curah telah diupayakan Kementerian Perdagangan melalui Filling Machine Anjungan Minyak Goreng Hygienist Otomatis (AMH-o) buatan PT Pindad (Persero).

Selain menjaga higienitas minyak goreng eceran, fasilitas ini bisa mereduksi pemakaian kantong plastik sehingga meningkatkan margin pedagang eceran.

Selama ini rencana penggunaan minyak higienis di seluruh Indonesia selalu mundur. Salah satu alasannya banyak pengusaha tidak siap. Apalagi untuk daerah yang sulit diakses, sehingga minyak curah masih digunakan.

AMH-o dibuat dalam rangka memenuhi Peraturan Menteri Perdagangan nomor 9/MDAG/PER/2/2016. Permen itu mewajibkan peredaran minyak goreng curah menggunakan kantong kemasan sederhana.

Sistem kerja AMH-o adalah menyalurkan minyak goreng dalam jeriken ukuran 18 atau 25 liter sesuai dengan merek dagang produsen ke kantong kemasan.

Kantong kemasan dibagi ke dalam beberapa takaran, mulai dari 250, 500 sampai 1.000 ml. Minyak kemudian disalurkan melalui filling oil system yang terdiri dari pompa, pipa fleksibel, katup solenoid dan flow meter.

Seluruh komponen dalam AMH-o telah memenuhi standard food grade. Pengoperasian AMH-o dikendalikan oleh sebuah microcomputer guna memastikan akurasi pengukuran.

Microcomputer yang tertanam pada AMH-o merupakan sebuah papan layar elektronik yang dilengkapi beberapa tombol yang mudah untuk dioperasikan (user friendly).

Selain itu, AMH-o juga dilengkapi dengan modul GPS yang dapat membantu produsen minyak goreng untuk memonitor lokasi unit AMH-o dan volume penjualan minyak goreng, baik secara harian, mingguan atau bulanan.

Sumber: Medcom.id