Potensi kenaikan permintaan minyak kelapa sawit (CPO) wilayah Asia, terutama India dan China, jadi celah pertumbuhan perusahaan perkebunan Indonesia tahun ini. Termasuk, PT Sawit Sumbermas Tbk (SSMS). Tambah lagi, implementasi program biodiesel dari pemerintah Indonesia dan Malaysia siap mendorong permintaan CPO. Foto: Dok.Sawit Sumbermas

Realisasi program peremajaan kebun kelapa sawit milik rakyat pada tahun depan diyakini makin kencang seiring dengan diberlakukannya kembali pungutan ekspor yang akan ditampung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit(BPDP-KS).

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Medali Emas Manurung menyebutkan bahwa pelaku usaha tak perlu mengkhawatirkan penyaluran dana bantuan untuk peremajaan kendati pungutan ekspor sawit tak diberlakukan sama sekali pada 2019.

“Saya kira dengan Rpl7,44 triliun cukup untuk program peremajaan dan sawit rakyat. Lagi pula potensi penerimaan BPDP-KS bisa bertambah dengan pemberlakuan pungutan ekspor, kalau sampai saat ini kan belum berlaku sampai Desember 2019. Bahkan untuk peremajaan 500.000 hektare masih cukup,” kata Gulat kepada Bisnis, Senin (16/12).

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 23/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan No. 81/2018 tentang Tarif Layanan Badan Umum Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BPDPKS) pada Menteri Keuangan, ekspor CPO bakal dikenakan pungutan senilai US$25 per ton jika harga global berkisar di angka US$570-US$619 per ton dan US$50 ton jika berada di atas US$620 per ton.

Meski harga CPO terpantau bergerak positif sejak September, pemerintah memilih untuk menangguhkan pengenaan pungutan dan kembali memberlakukannya ketika mandatori B30 resmi berlaku. “Kami dari kalangan petani mendukung pengenaan pungutan ekspor ini meski memang berdampak pada harga TBS di petani.

Tapi dampaknya kan tidak langsung ke kami,” ujarnya.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, total rekomendasi teknis peremajaan kebun sawit milik rakyat sejak diluncurkan pada 2017 sampai pertengahan November 2019 mencapai 120.353 hektare (ha).

Adapun untuk 2019, pemerintah menargetkan dapat mengeluarkan rekomendasi teknis untuk 180.000 ha. Jumlah ini sangat jauh dari total luas kebun sawit yang berpotensi diremajakan mencapai 2,4 juta ha. Dari jumlah itu, Direktorat Jenderal Perkebunan mencatat terdapat 360.000 ha yang menjadi prioritas dengan pertimbangan kelengkapan administrasi.

Sementara itu, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BPDP-KS) Dono Boestami mengemukakan pihaknya belum menetapkan alokasi anggaran untuk program pada 2020 mendatang.

Dia menjelaskan badan layanan umum tersebut masih menunggu keputusan bersama dalam rapat dengan Komite Pengarah yang dikepalai oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

“Dalam hal program untuk 2020, kami masih menunggu rapat komite pengarah yang rencananya akan digelar pekan ini atau pekan depan. Karena seluruh kebijakan yang diamanatkan ke kami itu dibentuk di rapat komite pengarah, kami sedang menunggu jadwal sembari menyiapkan data,” kata Dono di hadapan Komisi IV DPR RI, Senin (16/12).

Dalam hal penyaluran dana peremajaan kebun sawit rakyat yang masih jauh dari target, Dono mengemukakan bahwa pihaknya bakal bekerja sama dengan Kementerian Pertanian untuk mempercepat realisasi.

Di sisi lain, dia pun mengusulkan untuk melibatkan peninjau independen dalam verifikasi dan pendampingan terhadap pekebun dalam kelompok tani sehingga lebih mudah dalam memenuhi syarat teknis.

PENYALURAN

BPDP-KS tercatat telah menyalurkan dana sebesar Rp2,34 triliun selama periode 2016-2019 untuk realisasi program peremajaan sawit rakyat (PSR). Dana tersebut diarahkan pada lahan tak produktif seluas 93.702 ha dan melibatkan 47.707 pekebun.

Adapun sejak 2016, Dono menjelaskan total penerimaan yang dikelola BPDP-KS yang berasal dari pungutan ekspor produk sawit mencapai Rp47,23 triliun dengan jumlah penyaluran sebesar Rp33,6 triliun.

Dari total penerimaan tersebut, Dono menjelaskan Komite Pengarah telah menetapkan besaran alokasi sebesar Rp29,2 triliun untuk insentif biodiesel, Rp2,3 triliun untuk peremajaan sawit rakyat, Rp246,5 miliar untuk riset, Rpl21,3 miliar untuj pengembangan sumber daya manusia dan beasiswa, dan Rpl71,3 miliar untuk promosi.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Andin Hadiyanto menyatakan BPDP-KS masih memiliki sekitar Rp 18 triliun yang bakal digunakan untuk program pada 2020 mendatang.

Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menyatakan data sawit yang akurat diperlukan untuk mendukung program peremajaan sawit rakyat yang dilaksanakan pemerintah. Adapun berdasarkan statistik Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, luas area yang memerlukan peremajaan tercatat mencapai 2,4 juta ha dari total luas yang berjumlah 14,3 juta ha.

Di sisi lain, serapan domestik minyak sawit berpotensi tumbuh di kisaran 15%-20% pada 2020 seiring meningkatnya kebutuhan pangan dan energi dari komoditas ini.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengemukakan pertumbuhan tersebut didorong oleh pemberlakuan mandatori B30 dan pertumbuhan konsumsi CPO untuk pangan. Dia memperkirakan kebutuhan menembus angka 20 juta ton pada 2020.

“Potensi kenaikan serapan dari B30 besar sekali. Begitu pula untuk konsumsi. Saya perkirakan bisa tumbuh 15% sampai 20%,” kata Sahat ketika dihubungi Bisnis, Senin (16/12).

Data Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki) menunjukkan bahwa konsumsi domestik CPO sepanjang 2018 mencapai 13,48 juta ton.

Adapun, pada 2019, konsumsi domestik CPO selama Januari-September 2019 telah menyentuh 13,15 juta ton, naik sekitar 38,42% dari konsumsi pada periode yang sama tahun lalu yang berada di angka 9,5 juta ton.

Adapun, Dono menyatakan pihaknya telah mengantisipasi pemberlakuan mandatori B30 yang dimulai pada 1 Januari 2020. “Alokasi untuk insentif biodiesel setiap periode ditetapkan melalui keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Untuk 2020 sebanyak 9,59 juta kiloliter,” papar Dono.

 

Sumber: Bisnis Indonesia