Menyelamatkan bumi dari pemanasan global yang lebih parah merupakan gerakan masyarakat internasioanal untuk dua hal utama, yakni (1) Mengurangi Emisi GHG khusunya karbondioksida (CO2) melalui pengurangan komsumsi BBF secara dramatis dan (2) Menyerap kembali GHG khususnya CO2 dari atmofir bumi. Perkebunan kelapa sawit potensial menjadi bagian solusi dari kedua hal tersebut.

Perkebunan Kelapa Sawit Secara Netto Penyerap CO2.

Dalam planet bumi, hanya tumbuhan/tanaman yang memiliki kemampuan dalam menyerap CO2. Tumbuhan seperti perkebunan, memiliki mekanisme fotosintesis (asimilasi) yang menyerap CO2 atmofir bumi dan energi matahari dan disimpan dalam bentuk biomass (stock karbon). Selain proses fotosintesis, tumbuhan juga melakukan pernapasan/refirasi  yang menghasilkan CO2 ke atmofir bumi. Oleh sebab itu, yang perlu dilihat adalah penyerapan netto-nya yakni CO2 yang diserap dikurangi CO2 yang dilepas. Henson (1999) menghitung penyerapan netto CO2 perkebunan kelapa sawit dibandingkan dengan hutan alam tropis.

Data empiris tersebut menunjukan bahwa seacra netto kelapa sawit dan hutan alam tropis (juga tanaman lainnya) adalah mrnyerap CO2 dari atmofir bumi. Namaun kemampuan perkebunan kelapa sawit dalam menyrap CO2 (secara netto) lebih besar dibandingkan hutan alam tropis.

Perbandingan Penyerapan Karbondioksida Anatara Perkebunan Kelapa Sawit  dan Huatan Alam Tropis.

Indikator Perkebunan Kelapa Sawit Hutan Alam Tropis
Fotosintesis (ton CO2/ha/tahun) 161 163,5
Respirasi (ton CO2/ha/tahun) 96,5 121,1
Netto (ton CO2/ha/tahun) 64,5 42,4

Sumber : Henson, I.E. (1999). Comparative Eco-Physiology of Palm Oil and Tropical Forest. Oil Palm and The Environment; A Malaysian Perspective. Malaysian Palm Oil Growers Council. Kuala Lumpur. P9-39.

Perbedaan penyerapan netto CO2 tersebut disebabkan perbedaan laju fotosintesi dan respirasi. Pada perkebunan (kelapa sawit) pertumbuhan biomass (termasuk produksinya) masih terjadi sampai kelapa sawit ditebang (umur 25 tahun), sehingga laju fotosintesis lebih besar dari laju respirasi. Sedangkan hutan alam tropis yang sudah mencapai usia dewasa (mature) pertumbuhan biomass sudah terhenti atau sangat kecil, sehingga laju fotosintesis sudah sama (mendekati) laju respirasi.

Dengan demikian untuk penyerapan CO2 dari atmofir bumi, konversi hutan dewasa menjadi perkebunan bukanlah bentuk deforestasi tetapi bersifat reforestsi (Sumarwoto, 1992). Mungkin lebih tepat disebut afforestasi yakni membangun fungsi ekologis hutan diluar (administratif) kawasan hutan.

Sumber: Indonesia Dan Lingkungan Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Isu Lingkungan Global, GAPKI 2013.

 

Sumber: Sawitindonesia.com