JAKARTA – Harga minyak sawit berjangka masih berada di jalur kenaikannya seiring dengan pemulihan permintaan konsumen terbesar dunia, India dan China, setelah sempat anjlok akibat sentimen pandemi Covid-19.
Berdasarkan data China National Grain and Oils Information Center, pembelian minyak sawit atau crude palm oil (CPO) dari Negeri Panda itu dapat meningkat menjadi 550.000 ton pada periode Juli 2020.
“Angka tersebut lebih tinggi daripada estimasi bulan lalu, yaitu China hanya akan membeli CPO sebesar 450.000 ton,” tulis China National Grain and Oils Information Center seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (12/7). Selain itu, persediaan CPO di pelabuhan tercatat turun sekitar 30.000 ton dari bulan sebelumnya, menjadi sekitar 390.000 per 8 Juli 2020. Adapun, angka itu tidak termasuk 110.000 ton persediaan CPO yang digunakan untuk keperluan industri.
Penurunan persediaan yang cukup signifikan menjadi sinyal kuat bahwa konsumsi mulai kembali meningkat dan China diyakini akan segera memesan CPO untuk mengisi kembali persediaannya. Di sisi lain, pada pekan lalu data impor India terhadap minyak goreng, produk turunan CPO, melonjak ke level tertinggi sejak lima bulan terakhir pada Juni karena pedagang dan penyuling mendorong pembelian untuk menambah stok.
Solvent Extractors\’ Association of India menjelaskan bahwa inbound shipment CPO Negeri Taj Mahal itu naik 45,5 % dibandingkan dengan bulan sebelumnya menjadi sebesar 562.932 ton.
Sementara itu, surveyor kargo, Intertek Testing Services, memperkirakan pengiriman CPO dari petard terbesar dunia ke India naik menjadi 1,91 juta ton pada periode Juni 2020, daripada bulan sebelumnya sebesar 1,67 juta ton.
Intertek juga memperkirakan, penjualan ke anak benua India naik menjadi 663.853 ton dari sebelumnya 498.868 ton, sedangkan pembelian dari China naik menjadi 258.436 ton daripada bulan sebelumnya sebesar 121.470 ton.
Adapun, berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (10/7), harga CPO untuk kontrak September 2020 di bursa Malaysia naik 0,62 % ke level 2.418 ringgit per ton.
Sejak menyentuh level terendah pada awal Mei 2020, harga CPO telah pulih lebih dari 20%. Kendati demikian, harga CPO masih terkoreksi sekitar 19,27% sepanjang tahun berjalan.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa harga CPO telah berhasil melampaui target level resisten psikologisnya di atas 2.400 ringgit per ton didukung sentimen perbaikan ekonomi konsumen CPO utama dunia pasca-bckdown.
Dalam waktu dekat, harga CPO masih terancam melemah akibat aksi profit taking oleh investor setelah harga menyentuh level tertinggi. Ibrahim menjelaskan penurunan tidak begitu signifikan dengan batas level support tidak jauh berbeda, yaitu di kisaran level 2.300 ringgit per ton.
MANDAT B30
Di sisi lain, secara jangka panjang, CPO masih sangat positif untuk bergerak lebih tinggi lagi. Pasalnya, isu utama dari kenaikan CPO adalah isu penerapan kebijakan biodiesel oleh Malaysia dan Indonesia yang kembali menghangat.
Untuk diketahui, Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan B30, yaitu mandat untuk mewajibkan pencampuran 30% biodiesel dengan 70 % bahan bakar minyak jenis solar.
“Sentimen biodiesel itu akan mengemuka lagi. Harga mungkin akan mencapai 2.600 ringgit per ton hingga 2.700 ringgit per ton pada kuartal ketiga tahun ini,” ujar Ibrahim kepada Bisnis, Sabtu (11/7).
Sementara itu, Direktur Bioenergi EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andriah Feby Misna mengatakan bahwa konsumsi biodiesel pada paruh pertama tahun ini sudah mencapai 43,4% dari total target setahun penuh 2020.
Kementerian ESDM pun melihat konsumsi biodiesel akan meningkat pada bulan ini sejak Juni seiring dengan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar di beberapa kota.
Adapun, Kementerian ESDM juga menetapkan harga indeks pasar (HIP) untuk jenis bahan bakar nabati (BBN) biodiesel pada Juli 2020 sebesar Rp 7.321 per liter. Harga itu naik 5,47% dari HIP biodiesel bulan Juni 2020 yang
sebesar Rp6.941 per liter.
Penyesuaian tersebut seiring dengan peningkatan harga CPO dalam beberapa bulan terakhir.
Tim peneliti di Hong Leong Investment Bank Bhd juga mengatakan bahwa rata-rata harga CPO tahun ini berhasil naik ke kisaran 2.446 per ton, salah satunya dipicu oleh komitmen Indonesia terhadap mandat biodisel.
Namun, terlepas dari optimisme baru-baru ini, pihaknya mempertahankan proyeksi rata-rata harga CPO di level 2.350 hingga 2.400 ringgit per ton pada 2020-2021.
“Ini karena beberapa alasan termasuk peningkatan kekhawatiran tentang penyebaran gelombang kedua Covid-19 dan pemulihan permintaan dari China mungkin tidak sekuat sebelum Covid-19,” tulis Hong Leong Investment Bank Bhd dalam risetnya, seperti dikutip dari Bloomberg.
Lonjakan kasus positif Covid-19 dalam beberapa pekan terakhir meningkatkan ancaman terhadap permintaan minyak nabati, termasuk minyak sawit, terutama dari negara-negara ekonomi utama.
Hong Leong Investment Bank juga menjelaskan kesenjangan harga yang lebih sempit antara CPO dan minyak kedelai juga menjadi sentimen harga dapat bertahan di kisarannya saat ini dan tidak menguat lebih tinggi.
Sumber: Bisnis Indonesia