Saat ini Indonesia sedang menghadapi perang minyak nabati yang kedua di pasar global, yakni menghadapi tekanan dari Uni Eropa yang berusaha menekan laju eskpor ke Uni Eropa, dan upaya UE untuk lebih mengamankan produk domestiknya yakni rapeseed oildan sunflower oil. Intervensi kebijakan jangka panjang bertujuan mengurangi ketergantungan yang semakin tinggi UE terhadap impor CPO.

Pengalamana kedua ini sebelumnya telah diawali oleh Amerika pada tahun 1990-an, antara CPO dengan minyak kedelai (SBO). Perbedaannya, SBO ining merebut kembali pasar dunia dengan mengunakan isu kesehatan. Sedangkan RSO dan SFO ingin menjaga pasar Uni Eropa (regional) dengan mengunakan isu lingkungan. Kebijakan yang dilakukan mencakup dari sudut supply side dan demand side. Dari supply side, berusaha meningkatkan laju pertumbuhan produksi domestiknya, sedangkan dari sisi permintaan (demand sidegoverment intervention menggunakan beragam kebijakan untuk menahan dan menurunkan laju konsumsi.

Kebijakan ini sekaligus mengurangi fenomena “widening gap” atau kesenjangan yang semakin lebar, adan menjaga agar ketergantungan terhadap impor tidak semakin tinggi. Dalam perhitungan jangka pendek, hingga tahun 2020 tekanan Parlemen Uni Eropa bagi industri minyak sawit Indonesia relatif tidak besar. Namun hal ini tidak bisa di pandang remeh, karena dampak jangka panjang menunjukan bahwa terlihat jelas laju pertumbuhan CPO akan melambat.

Sumber : GAPKI

 

Sumber: Sawitindonesia.com