JAKARTA – Mendukung kebijakan pemerintah untuk menekan angka impor migas, Pertamina mulai mengimplementasikan biodiesel 30 persen (B-30) di Provinsi Aceh sejak 9 Januari 2020. Implementasi ini dilakukan setelah pengujian B-30 di beberapa/i/e/ terminal (FT) milik Pertamina.

Unit Manager Communication, Relation, and CSR Pertamina Marketing Operation Region (MOR) I Roby Hervindo menyampaikan, Pertamina MOR I menyalurkan B-30 melalui FT Meulaboh, FT Lhokseumawe, dan FT Simeuleu.

Ketiga FT tersebut mendapatkan pasokan B-30 dari Integrated Terminal (IT) Teluk Kabung di Padang, Sumatra Barat. Pencampuran solar dengan asam lemak metil ester (FAME) dilakulan di IT Teluk Kabung.

Selama Januari 2020, FT Meulaboh dan FT Lhokseumawe telah menyalurkan sebanyak 536 kiloliter (kl) per hari untuk 41 SPBU dan enam SPB UN (nelayan) di tujuh kabupaten dan satu kota. Sedangkan, FT Simeuleu telah menyalurkan sebanyak 49 kl per hari untuk satu SPBU dan dua agen premium, minyak tanah, dan solar (AMPS).

Implementasi B-30 mengacu pada Keputusan Menteri ESDM No 227 tahun 2019 tentang Penetapan Komposisi FAME dari B20 Menjadi B-30.

“Kami ingatkan kembali, B-30 tergolong BBM bersubsidi. Peruntukannya hanya bagi usaha mikro, kapal nelayan, dan pertanian. Juga, bagi kendaraan transportasi darat, kecuali mobil barang untuk pengangkutan hasil kegiatan perkebunan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam buah,” ujar Roby.

Bagi kendaraan yang tidak berhak menggunakan B-30, Pertamina menyediakan Pertamina Dex dan Dexlite. Kedua BBM tersebut, sejak 5 Januari 2020 lalu, telah mendapat penyesuaian harga sehingga lebih terjangkau.

Jamin kualitas

Direktur Bioenergi Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengatakan, Kementerian ESDM menjamin pemanfaatan program B-30 pada kendaraan bermesin diesel tidak akan menimbulkan kerugian dan memengaruhi kualitas mesin kendaraaan. Kandungan FAME dari minyak sawit dalam B-30 sudah melewati serangkaian pengujian menujukkan hasil yang baik.

“Implementasi B-30 dijalankan dengan perencanaan yang matang dan sistematis serta melalui serangkaian uji komprehensif dan konstruktif untuk memastikan implementasinya tepat sasaran, selain juga berperan dalam meningkatkan kualitas lingkungan,” kata Feby.

Dari sisi mutu bahan bakar, B-30 juga lebih baik dari B-20. Sebelum diimplementasikan, ujar Feby, beberapa persiapan telah dilakukan, antara lain, melakukan revisi standar nasional Indonesia (SNI) biodiesel, melakukan uji jalan B-30, memastikan kesiapan produsen biodiesel, memastikan metode sistem penanganan dan penyimpanan yang tepat, memastikan kesiapan infrastruktur, dan melakukan sosialisasi untuk memastikan penerimaan semua pihak terkait.

Pengujian B-30 juga telah dilakukan di lokasi dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah, guna melihat kemampuan bahan bakar melakukan adaptasi pada kondisi udara yang lebih dingin. Hasilnya, kemampuan mesin kendaraan beroperasi sejak awal dinyalakan berjalan mulus.

 

Sumber: Republika