Perkumpulan Negara Produsen Minyak Sawit atau Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) akan menjalankan sejumlah langkah strategis untuk meningkatkan daya tawar sawit di pasar global. Langkah bersama ini disepakati dalam 5th Ministerial Meeting Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) di Putrajaya, Malaysia, Kamis (8 November 2018).
Rekomendasi yang dikeluarkan yaitu anggota CPOPC tidak akan berpartisipasi dalam workshop terkait Indirect Land Use Change (ILUC) yang merupakan bagian dari European Union’s Renewable Energy Directive II (RED II). Tidak terlibatnya anggota CPOPC karena ILUC dipandang sangat diskriminatif terhadap produk kelapa sawit di pasar Uni Eropa.
“Indonesia dan Malaysia tidak akan berpartisipasi dalam workshop ILUC (terkait dengan biofuel)yang akan diadakan di Brussels pada minggu depan,” ujar Menteri Perindustrian Malaysia Teresa Kok dalam jumpa pers bersama dengan Menko Bidang Perekonomian RI, Darmin Nasution.
Teresa menyebutkan muncul kekhawatiran Uni Eropa menggunakan kriteria penggunaan lahan ILUC untuk menjadi dasar pertimbangan penghentian bertahap atau membatasi minyak sawit dalam mandat Renewable Energy Directive II (REDII). “Karena itu negara-negara penghasil kelapa sawit, Malaysia Dan Indonesia akan menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari RED II UE,” katanya, seraya menambahkan bahwa kedua negara khawatir bahwa konsep ILUC yang diusulkan kemungkinan akan mendiskriminasikan minyak sawit di pasar UE.
Langkah strategis lainnya adalah CPOPC mengadopsi prinsip-prinsip Sustainable Development Goals (SDGS) sebagai salah satu pendorong komitmen keberlanjutan yang lebih baik di industri kelapa sawit guna menyeimbangkan keuntungan ekonomi dan sosial dengan lingkungan.
Menko Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, menyebutkan situasi pasar kelapa sawit menghadapi tantangan berupa penurunan harga CPO dalam pasar global sekaligus isu keberlanjutan yang membuat produk CPO sulit mendapatkan akses masuk ke negara utama tujuan ekspor.
“Saya percaya, momen ini menjadi penting bagi CPOPC untuk memainkan peran sebagai forum negara penghasil kelapa sawit untuk mengkoordinasikan langkah-langkah untuk mengatasi tantangan tersebut” kata Darmin Nasution.
Dalam pertemuan ini, CPOPC menetapkan Malaysia secara resmi sebagai Chairman CPOPC terhitung mulai 1 Januari 2019 menggantikan Indonesia yang diserahterimakan langsung dari Menko Perekonomian Darmin Nasution kepada Menteri Industri Utama YB Teresa Kok.
Selain itu, CPOPC juga memutuskan beberapa langkah strategis dalam mempertahankan daya tawar ditengah tantangan pasar global, antara lain program keberpihakan terhadap petani, penetapan Kolombia sebagai negara anggota CPOPC, penguatan mandatori biodiesel, dan strategi untuk mengatasi kampanye hitam di pasar global.
CPOPC berkomitmen untuk mendorong keberpihakan terhadap petani kelapa sawit yang berkontribusi besar dalam capaian produksi global. Kedua negara memprioritaskan pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan petani melalui peningkatan implementasi Good Agricultural Practices (GAP) dan program peremajaan sawit. Tidak hanya itu, keduanya juga berkomitmen untuk mengadakan Business and Smallholders Forum pada 2019 mendatang.
Selanjutnya, untuk memperkuat kerja sama dengan negara penghasil kelapa sawit lain, CPOPC menetapkan Kolombia sebagai anggota dari CPOPC. Penetapan Kolombia sebagai anggota CPOPC ini mempertimbangkan posisi Kolombia sebagai salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di Benua Amerika. Adapun hal ini diharapkan dapat menghasilkan kerjasama strategis untuk mempromosikan kepentingan industri kelapa sawit dalam ekonomi global.
Sumber: Sawitindonesia.com