Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengatakan, pungutan ekspor sawit seharusnya tidak ada atau dihilangkan karena merugikan pelaku usaha. Pungutan ekspor sawit juga membuat harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia tidak kompetitif sehingga susah bersaing di pasar global. “Pungutan sawit sangat memberatkan karena produsen atau petani pasti menerima harga lebih rendah,” ujar dia di Jakarta, Kamis (13/2).
Sejak 2019, pungutan sawit secara perlahan memang sudah dihapuskan dan kalangan petani memuji langkah yang diambil Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tersebut. Banyak negara berkembang dan bahkan negara maju sekalipun sudah menghapuskan pungutan ekspor sawit. “Pungutan ekspor sawit justru menjatuhkan harga sawit yang cenderung fluktuatif dan susah ditebak,” ungkap Mansuetus.
SPKS juga meminta pemerintah membantu petani sawit swadaya karena banyak dari mereka yang belum tersentuh pendampingan maupun sosialisasi.
Masih banyak petani sawit swadaya yang menghasilkan produktivitas rendah karena akses mendapatkan pupuk cukup sulit, ditambah hasil produksi juga dijual ke pihak ketiga sehingga harganya jatuh. SPKS berharap pemerintah bisa membantu dan memberikan pendampingan kepada petani sawit swadaya, kualitas sawit yang dihasilkan petani swadaya juga bagus dan bisa dimanfaatkan. “Untuk sawit, Indonesia sudah diakui kehebatannya ditambah petani swadaya harus diberikan perlindungan,” ujar dia
Di sisi lain, SPKS memandang tindakan diskriminasi Uni Eropa (UE) terhadap sawit Indonesia harus dilawan karena berdampak pada reputasi Indonesia. SPKS mendukung sepenuhnya langkah pemerintah yang melawan UE dan siap memberikan dukungan dan terus memantau perkembangan yang akan terjadi ke depan. UE memang terus mencari cara agar sawit indonesia tidak diterima karena dianggap tidak ramah lingkungan. Padahal kualitas sawit Indonesia nomor satu di dunia dan UE cemburu tidak bisa menghasilkan kualitas sawit seperti Indonesia
Sumber: Investor Daily Indonesia