Para petani berharap harga sawit dan karet bisa kembali terdongkrak dari hari ke hari.

Kendati, mereka akui tidak bisa dilakukan secara instan.

Namun, mereka memiliki asa agar setidaknya bisa naik secara bertahap bahkan mencapai level harga seperti dahulu.

Satu diantara petani sawit asal Desa Jelai Hulu Kecamatan Kendawangan Kabupaten Ketapang, Ropinus mengakui kondisi anjloknya harga sawit membuat kemampuan ekonomi melemah. Kondisi ini tentunya tidak dialami oleh dirinya saja, namun juga para petani lainnya.

“Kondisi harga jatuh ini membuat ekonomi masyarakat terpuruk. Kalau harga bisa kembali normal, geliat ekonomi masyarakat tentu akan meningkat,” ungkapnya kepada Tribun Pontianak, Minggu (30/12/2018).

Ropinus berharap harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit dapat kembali pulih dan naik ke kisaran Rp 1.300. Sebab, saat ini harganya berada jauh di bawah angka itu.

“Kemarin itu paling tinggi Rp 1.300,” katanya.

Ia menimpali rendahnya harga jual sawit pada pasar dunia dipengaruhi oleh perang dagang. Negara-negara yang berafiliasi dengan Amerika dan Eropa menolak sawit dari Asia. Menurut dia, hilirisasi industri CPO akan meningkatkan harga jual.

“Sebagai petani sawit, yang kita harapkan terwujudnya B30. B25 itu akan meningkatkan harga jual sawit. Jadi, sumber energi kita diganti dengan yang bisa diperbaharui. Itu dampaknya bisa mensejahterakan petani sawit,” tandasnya.

Satu diantara petani karet Desa Tanjung Ria Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang, Mahyu berharap harga karet bisa kembali seperti di era kejayaan.

“Sekarang harga Rp 5-6 ribu. Untuk makan dan beli beras harus berkilo-kilo. Saya harap bisa kembali seperti dulu lah. Kalau bisa Rp 24 ribu per kilo,” harapnya.

Ketika harga karet tinggi, ia mengatakan kesejahteraan petani terjamin. Namun, sekarang harga karet seperti tidak ada apa-apanya.

“Cuma ini saja yang bisa digarap. Dari dulu memang nyadap getah. Mudah-mudahan pemerintah bisa ada solusi lah. Dah lama juga harga ini anjlok terus,” tandasnya.

Sumber: Pontianak.tribunnews.com