MANTAN Menteri Pertanian Bungaran Saragih mengapresiasi kebijakan pemerintah yang saat ini cenderung menganakemaskan sektor pertanian.

Di masa pandemi covid-19, industri agrikultur terbukti menjadi salah satu yang mampu bertahan bahkan bertumbuh.

Seperti kelapa sawit. Ia melihat komoditas tersebut mampu mengurangi tingkat kemiskinan di desa lantaran terdapat peranan rakyat yang besar di dalam rantai bisnisnya.

Kelapa sawit memiliki daya untuk membangun perekonomian di sebuah area terpencil menjadi lebih cepat. Keberhasilan produk unggulan itu dalam membangun sebuah wilayah juga bisa terlihat secara nyata dari munculnya berbagai kegiatan ekonomi seperti perbankan dan pasar.

“Ada banyak kabupaten baru yang lahir di wilayah remote area seiring pergerakan dan akselerasi sawit. Kehadiran perkebunan kelapa sawit telah tersebar di 190 kabupaten yang berdampak positif bagi perekonomian daerah,” ujar Bungaran dalam keterangan resmi, Kamis (26/8) Saat ini, ia menambahkan, kelapa sawit menjadi komoditas terbesar bagi Indonesia yang kontribusinya lebih baik daripada minyak bumi.

“Di sinilah perlunya memperkuat kemitraan perusahaan dan rakyat sekaligus melindungi dari serangan LSM asing,” papar Bungaran. Adapun, pelaksana tugas Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga mengungkapkan, dari survei yang dilakukan di 11 provinsi dan 31 kabupaten, pandemi covid-19 tidak mengganggu ekonomi petani sawit. Harga tandan buah segar petani pun tinggi. Kinerja baik tersebut, lanjutnya, jangan sampai rusak karena adanya kampanye hitam yang dilakukan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing terhadap komoditas sawit. Sebagaimana diketahui, selama beberapa tahun terakhir, kampanye hitam kerap membayangi industri sawit terutama yang berada di wilayah-wilayah terpencil. Seperti Mighty Earth yang gencar menggunakan isu deforestasi dan pembakaran hutan.

Padahal, sekarang, industri sawit nasional sudah bergerak ke arah sustainability. Ada pula Greenpeace yang mengeluarkan tuduhan minyak sawit kotor sehingga mengganggu pasar di luar negeri. “Mereka ini tidak menghargai upaya pemerintah Indonesia yang telah memperbaiki tata kelola sawit, yang telah memulai sistem tanam berkelanjutan,” tandasnya. (OL-1)

Sumber: Mediaindonesia.com