Industri pengolahan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO), butuh waktu untuk memenuhi ketentuan yang diberikan oleh Komisi Eropa, terkait dengan batas atas kandungan kontaminan 3-MCDPE.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, seluruh perusahaan pengolahan minyak sawit Indonesia, pada dasarnya siap untuk menerapkan standar kandungan 3-MCPD maksimum sebesar 2,5 ppm, seperti yang diatur oleh Komisi Eropa.

Hanya saja, lanjutnya, para pelaku usaha memerlukan waktu untuk menerapkan standar produksi minyak nabati tersebut.

Pasalnya, perusahaan pengolahan CPO harus menambah investasinya untuk melakukan pengadaan dan pembaharuan alat produksinya.

“Perusahaan berskala menengah dan kecil harus melakukan pembaharuan alat, dan itu butuh waktu serta biaya tambahan,” jelasnya, Kamis (18/7).

Untuk itu, dia meminta pemerintah turut membantu perusahaan pengolahan skala menengah dan kecil tersebut untuk melakukan investasi dan penambahan alat produksi.

Menurutnya, pemerintah dapat memberikan bantuan berupa penurunan bunga pinjaman dan mempermudah persyaratan kredit kepada perusahaan yang akan melakukan pembaharuan alat produksi.

Dia mengatakan, perusahaan skala menengah dan kecil setidaknya membutuhkan waktu 1 hingga 2 tahun untuk melakukan pembaharuan alat produksi dan dapat memproduksi produk olahan CPO sesuai ketentuan Komisi Eropa tersebut.

Saat ini, produksi produk olahan dari CPO di Indonesia masih didominasi oleh produk dengan kandungan 3-MCDPE di atas 3 ppm. Terlebih, konsumsi minyak nabati Indonesia masih didominasi oleh bentuk curah, yang memiliki kandungan 3 MCPDE di atas 2,5 ppm.

Ketua Umum Dewan Minyak sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun mengatakan, produsen Indonesia tidak keberatan dengan syarat tersbeut, lantaran ketentuan itu sudah diatur oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO).

“Namun kami meminta agar ketentuan batas atas level 3-MCPDE itu, harus berlaku setara dengan minyak nabati lain seperti minyak kedelai, minyak biji bunga matahari dan minyak biji rapa. Sebab, Uni Eropa masih berusaha mendiskriminasikan produk CPO melalui ketentuan kesehatan ini,” jelasnya.

Pia menambahkan, saat ini minyak dari CPO masih dikategorikan sebagai hard oil dengan batas atas kandungan 3-MCDPE sebesar 2,5 ppm. Sementara itu, minyak nabati dari biji bunga matahari dan biji rapa yang dianggap sebagai soft oil batas atas kandungan 3-MCDPE ditetapkan sebesar 1,5 ppm.
, Apabila pembedaan ketentuan tersebut diberlakukan, lanjutnya, secara tidak langsung akan membuat produk minyak dari CPO memiliki citra yang lebih buruk dibandingkan dengan minyak nabati lain dari sisi kesehatan.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Muzdalifah Machmud mengatakan, pemerintah Indonesia dan Malaysia telah sepakat untuk mendesak Komisi Eropa menerapkan batas atas kandungan 3-MCDPE untuk seluruh minyak nabati dalam Satu level.

 

Sumber: Bisnis Indonesia