DIREKTUR Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, produsen tidak terganggu dengan rencana pemerintah tersebut. “Tidak ada yang terganggu. Kami dukung. Tapi pasarnya harus jelas,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurutnya, kewajiban menjual minyak goreng murah berpotensi menghidupkan spekulan baru. “Kalau peredarannya tidak diawasi secara maksimal maka akan dimanfaatkan oleh spekulan untuk dijual kembali dengan “harga lebih mahal,” ungkapnya.
Sahat mengatakan, pemerintah betul-betul menghitung kebutuhan minyak goreng bagi masyarakat menengah ke bawah. “Ini supaya pasokan minyak goreng sederhana sesuai kebutuhan,” tuturnya.
Sahat juga meminta pengusaha ritel tidak mempersulit pasokan dari produsen. “Selama ini banyak produsen mengeluhkan birokrasi pengiriman minyak goreng sederhana ke pasar ritel karena harus terlebih dahulu teregister sebagai pemasok,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan, banyak peritel yang ogah-ogahan membu-ka purchase order (PO). “GIMNI meminta juga agar sistem administrasi peritel dibenahi terlebih dahulu,” kata Sahat.
Ia menambahkan, rencana pemerintah ini sesungguhnya bagian dari cara pemerintah menstabilkan harga minyak goreng. “Ini mesti dilihat secara positif. Jadi lebih terkontrol,” tukasnya.
Ketua Umum Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) Adiwisoko Kasman mengaku siap mengikuti aturan yang dibuat pemerintah. Apalagi, hingga saat ini anggota AIMMI telah menggelontorkan ke pasar, minyak goreng dalam kemasan seharga Rp 11.000 per liter sebagaimana perintah Kemendag.
“Kami siap mengikuti arahan pemerintah karena ini kepentingan semuanya, terutama konsumen. Intinya, kami siap mengikuti arahan pemerintah,” kata Adiwisoko.
Walaupun siap mengikuti aturan pemerintah, pihaknya mengakui kebijakan tersebut menggerus keuntungan. Meski begitu, Adiwisoko enggan mengungkapkan besarannya. “Tergerus pasti, tapi tidak sampai membuat kami rugi,” katanya.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tjahja Widayanti mengatakan, langkah ini dilakukan pemerintah dengan alasan untuk menjaga pasokan dan harga minyak goreng dalam negeri. “Ini sejalan dengan peta jalan industri minyak goreng domestik,” ujarnya.
Selama ini, menurut Tjahja, ekspor minyak goreng tidak ada aturannya. “Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, minyak goreng tidak diekspor. Dengan adanya ini maka nanti dijadikan minyak goreng kemasan sederhana di dalam negeri,” papar dia.
Ia mengungkapkan, beleid terkait dengan aturan ini akan berbentuk Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag). Selain besaran minyak goreng yang dapat di ekspor, produksi minyak goreng kemasan sederhana dan kemasan premium juga akan diatur dalam beleid ini.
“Pengaturan produksi minyak goreng kemasan premium dengan kemasan sederhana ini penting, supaya para produsen merata produksinya,” ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengemukakan, persentase keuntungan saat ini masih dalam perhitungan. “Jadi sekian persen dari total produksi itu harus berbentuk minyak goreng dengan kemasan sederhana dan harga jual yang ditetapkan pemerintah disepakati dengan para pengusaha Rp 11.000 per liter,” ujarnya.
Menurut Enggar, nanti per-sentese akan dihitung dari keuntungan produksi di sektor hulu dan hilir. Hal tersebut akan diimplementasikan secara bertahap.
“Nanti akan ada dua bagian. Yang integrated yang hulu sama hilirnya, nanti ada persentasi, berapa hulu berapa hilir. Dia yang olah saja. Tidak punya CPO-nya, akan kita tetapkan dan bantu dengan dorong sumber bahan baku,” tandasnya.
Sumber: Rakyat Merdeka