Jakarta, Beritasatu.com – Program peremajaan sawit rakyat (PSR) dinilai perlu dipercepat. PSR merupakan salah satu dari lima komitmen pemerintah untuk mendukung sektor perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas strategis nasional. Program itu akan mendukung peningkatan kesejahteraan petani sawit sekaligus berkontribusi terhadap perekonomian nasional.
“Saya kira komitmen yang paling utama harus dikawal untuk mendukung kesejahteraan petani sawit adalah program peremajaan sawit rakyat,” kata Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah Redjalam, Senin (29/8/2022).
Selama ini PSR dianggap kurang maksimal dan belum mampu diwujudkan oleh pemerintah dalam hal ini Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Piter berharap program PSR akan bisa diwujudkan seiring pernyataan komitmen pemerintah dalam mendukung sektor perkebunan kelapa sawit. “Semoga komitmen yang kali ini benar-benar akan diwujudkan,” tuturnya.
Piter menekankan pentingnya mewujudkan kebijakan lain dalam mendukung perekonomian nasional. “Komitmen lain seperti fee ekspor Rp 0, alokasi biodiesel, juga berpengaruh kepada perekonomian nasional,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mendukung sektor perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas strategis nasional. Pemerintah melihat industri sawit yang berkelanjutan dan juga mensejahterakan petaninya.
“Saat ini harga crude palm oil (CPO) mulai stabil, harga minyak goreng mulai turun, dan harga tandan buah segar (TBS) yang mulai meningkat, sehingga membuat petani atau pekebun mulai merasakan manfaatnya,” ungkap Airlangga yang juga ketua umum Partai Golkar.
Dalam rapat Komite Pengarah BPDPKS pada Minggu (28/8/2022), diperoleh keputusan yang telah menyetujui lima hal. Pertama, perpanjangan tarif pungutan ekspor (PE) sebesar US$0 untuk semua produk sampai dengan Oktober 2022. Kedua, penambahan alokasi biodiesel tahun 2022. Ketiga, pmbangunan pabrik minyak makan merah. Keempat, dukungan percepatan peningkatan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Kelima, percepatan program peremajaan sawit rakyat.
Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo mengatakan tidak semua petani menikmati keuntungan dari PE 0 persen. Pasalnya, harga sawit ditentukan harga penetapan. Dalam pertanian sawit, harga TBS ditentukan oleh pemerintah daerah (pemda). Petani swadaya paling rentan, dan akan sulit mendapatkan harga TBS yang layak.
Untuk itu, agar petani sawit lebih sejahtera, Achmad mengusulkan diberlakukan harga dasar disamping harga penetapan. “Mencontoh komoditas lain, seperti padi misalnya, ada harga dasar yang disusun dari komponen produksi. Bisa gunakan harga dasar mendampingi harga penetapan,” ucap Achmad.
Sumber: Beritasatu.com