PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V berencana mengoptimalkan produk Kelapa Sawit dengan sertifikat berkelanjutan demi meraup harga premium.

CEO PTPN V Jatmiko K. Santosa mengatakan saat ini baru sekitar 40% dari luas kebun Kelapa Sawit milik perseroan yang telah mendapatkan sertifikat International Sustainability Carbon Sertification (BCC) dan perseroan akan berusaha mencapai level 100 % hingga akhir tahun ini.

Jatmiko menghitung pemilikan sertifikat tersebut akan menjadikan harga CPO produksi perseroan naik sekitar 10%-15%. Selain itu, tambahnya, perseroan juga akan mengolah limbah hasil pengolahan tandan buah segar (tbs) menjadi bahan bakar dan pupuk.

Jatmiko mengatakan hal tersebut membuat perseroan dapat menjual cangkang dan fiber Kelapa Sawit yang selama ini digunakan sebagai bahan bakar. Adapun, Jatmiko mengkalkulasikan CPO dari penggunaan limbah cair sebagai pupuk membuat harga CPO lebih tinggi sekitar US$15/ton-US$20/ ton lebih mahal.

“Saya arahkan supaya kami punya CPO organik lah. Nanti [semua pohon] pakai itu [limbah cair sebagai pupuk] semua,” katanya, Senin (17/2)

Berdasarkan catatan PTPN V, perseroan pada tahun lalu memproduksi 1,4 juta ton Kelapa Sawit dengan tingkat produktivitas 23,06 ton/hektare. Produktivitas tersebut lebih tinggi 5,1% dari realisasi tahun sebelumnya yakni 21,94 ton/ hektare.

Sementara itu, PTPN V optimisitis bisa melakukan penawaran perdana umum [initial public offering/lFO) pada kuartal HI/2020. Oleh karena itu, perseroan sedang menyusun aplikasi untuk dapat mengikuti jejak performa perseroan melalui gawai.

Jatmiko mengatakan pihaknya mengucurkan dana sekitar US$2 juta untuk pembuatan aplikasi tersebut. Adapun, perseroan juga merogoh sekitar Rp2,2 miliar pesawat nirawak dengan dua buah kamera untuk mendata seluruh lahan perseroan seluas 92.000 hektare.

“Saya punya target, setelah IPO dalam waktu dekat bisa rights issue. Artinya dana yang saya dapatkan harus ada dampaknya dalam setahun [setelah IPO]. Kami sedang kaji dengan pemegang saham [strategi yang terbaik],” katanya.

Jatmiko menyampaikan hal tersebut dilakukan lantaran dampak yang dihasilkan oleh proyek hijau membutuhkan waktu lama. Jatmiko mengemukakan pihaknya akan mengalokasikan sekitar 50% dari dana rights issue untuk proyek hijau.

Perseroan menargetkan dana segar yang didapatkan dari IPO tersebut senilai Rp1,5 triliun.

Sebelumnya, Pit. Deputi Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP) Abetnego Tarigan mengatakan pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6/2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB), akan meningkatkan kapasitas sawit berkelanjutan dan menyelesaikan persoalan status lahan sawit.

 

Sumber: Bisnis Indonesia