Secara empiris, ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa memiliki trend positif (meningkat) pada tahun 2017. Hal ini menunjukan Resolusi Sawit yang dikekuarkan oleh Parleman Uni Eropa pada bulan April 2017, ternyata tidak mudah diimplementasikan untuk menahan laju ekspor CPO ke Uni Eropa. Berdasarkan faktor yang menyebabkan hal tersebut antara lain: Pertama, permintaan impor CPO Uni Erpoa bersifat elastis dalam jangka pendek. Hal ini juga didukung harga CPO yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan sumber minyak nabati lainnya. Pada tahun 2017, rasio harga SBO/CPO adalah 1,09 rasio harga RSO/CPO adalah 1,28 dan Rasio harga SFO/CPO adalah 1,43.

Kedua, adalah faktor excess demand, dimana produksi minyak nabati domestik Uni Eropa hanya mampu memenuhi dua per tiga dari konsumsinya, dan sepertigannya sangat tergantung pada impor. Share ekspor CPO Indonesia mencapai 80% dari impor CPO dan sisanya malaysia. Hal ini mencerminkan posisi penting Indonesia di pasar minyak nabati Uni Eropa.

Ketiga, dari sisi supply, CPO relatif lebih tersedia dibandingkan dengan rapeseed oil dimana rapeseed oil tergolong thin market di pasar global. Disamping ketiga faktor diatas respon kebijakan dari pemerintah Indonesia, juga merupakan faktor penting terutama dalam melakukan lobby internasional (khususnya ke Uni Eropa), dan hal ini tetap diperlukan  di hari mendatang dan juga dukungan pemerintah dalam merespon isu sustainability.

Sumber: PASPI dan GAPKI

 

Sumber: Sawitindonesia.com