Papua memiliki potensi luas lahan sawit yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Sayangnya, skema kemitraan inti-plasma saat ini membuat petani plasma sulit memperoleh keuntungan maksimal. Keuntungan yang dihasilkan seringkali tersedot ke perusahaan inti, sementara petani hanya mendapat jatah pascapanen dalam jumlah terbatas.
Tantangan Skema Plasma
-
Modal Terbatas
Petani plasma kekurangan dana untuk pengolahan dan perawatan tanaman. Saat harga Tandan Buah Segar (TBS) naik, petani tetap terikat harga beli rendah dari perusahaan inti. -
Akses Teknologi
Banyak petani tidak memiliki pengetahuan teknis perawatan sawit modern, sehingga produktivitas kebun plasma rendah. -
Bagi Hasil yang Tidak Adil
Persentase keuntungan yang diterima petani sering di bawah 30%, padahal mereka menanggung beban kerja lapangan penuh.
Usulan Perubahan Skema DPR RI mengajukan beberapa poin utama:
-
Peningkatan Porsi Saham Plasma: Proporsi saham petani dinaikkan minimal 40% untuk memberi mereka kendali lebih besar atas hasil produksi.
-
Dana Bergulir Termurah: Pembentukan lembaga keuangan mikro khusus petani sawit Papua, dengan bunga ringan dan tenor panjang.
-
Pelatihan dan Teknologi: Program pelatihan intensif dan pendampingan agronomi untuk meningkatkan produktivitas kebun plasma.
Manfaat Kebijakan
Dengan skema baru ini, petani sawit Papua bisa merasakan:
-
Pendapatan Lebih Stabil: Bagi hasil transparan dan proporsional menciptakan arus kas yang terprediksi.
-
Peningkatan Produksi: Dengan teknik budidaya modern, TBS per hektare meningkat hingga 20–30%.
-
Pemberdayaan Ekonomi Lokal: Dana bergulir membiayai usaha turunannya, seperti pabrik minyak goreng skala desa.
Kesimpulan
Reformasi skema plasma sawit di Papua penting untuk memastikan petani lokal benar-benar meraih manfaat. Dengan dukungan kebijakan DPR dan partisipasi aktif perusahaan, kelapa sawit dapat menjadi motor penggerak perekonomian Papua yang berkelanjutan.