Kementerian Perdagangan (Kemendag) siap membawa perlakuan diskriminatif Uni Eropa (UE) terkait produk sawit Indonesia. Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengatakan. Indonesia saat ini mengajukan permintaan konsultasi dengan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).
Tujuan konsultasi adalah untuk mendapatkan klarifikasi dan fakta lebih komprehensif dalam rangka memperkuat argumentasi Indonesia terkait gugatan.
Yang terang, gugatan tersebut tidak ada hubungannya dengan gugatan UE terkait kebijakan larangan ekspor nikel Indonesia.
“Perlu ditekankan bahwa usulan waktu konsultasi sawit ini bukan respon reaktif atau retaliasi terhadap gugatan UE atas larangan ekspor raw material. Perlu konsultasi sebisa mungkin karena tekanan UE atas Kelapa Sawit semakin gencar,” kata Jerry, Selasa (7/1).
Jerry mengatakan, saat ini pihaknya tengah mempersi apkan daftar pertanyaan yang nantinya menjadi pembahasan saat konsultasi Konsultasi akan dilakukan oleh Menteri Perdagangan dan Wakil Menteri di Jenewa Swiss pada 28 Januari mendatang.
Lebih lanjut, Kemendag menyayangkan sikap UE yang menerapkan kebijakan tersebut. Apalagi, UE yang selama ini mengadvokasi perdagangan bebas.
Akan tetapi malah melakukan proteksionisme terhadap produk biofuel dan sawit Indonesia. “Diskriminasi itu tidak dibenarkan dalam bentuk apapun dan oleh siapapun,” kata Jerry.
Kemdag menyebutkan, jika dalam konsultasi itu tidak menemui titik temu penyelesaian antara UE dan Indonesia. Maka. Indonesia akan menempuh jalur hukum dengan menggugat UE terkait kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation (DR).
Ketua Harian Asosiasi Produsen biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan, pihaknya mendukung sepenuhnya langkah Pemerintah atas perlakuan diskriminasi Uni Eropa
Sebagai informasi. Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri bersama kementerian/lem-baga terkait serta para pemangku kepentingan Kelapa Sawit dan biofuel Indonesia menggelar rapat konsolidasi persiapan konsultasi mengenai gugatan Pemerintah Indonesia atas kebijakan RED II dan DR Uni Eropa.
Gugatan dilayangkan Pemerintah Indonesia ke Organisasi Perdagangan Internasional (World Trade Organization/WTO) karena kebijakan tersebut dinilai mendiskriminasi produk Kelapa Sawit atau biofuel Indonesia
Melalui kebijakan RED II, Uni Eropa mewajibkan penggunaan bahan bakar di Uni Eropa berasal dari energi yang dapat diperbarui mulai tahun 2020 hingga tahun 2030. Selanjutnya, DR yang merupakan aturan pelaksana RED II memasukkan minyak Kelapa Sawit ke dalam kategori komoditas yang memiliki Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi.
Akibatnya biofuel berbahan baku minyak Kelapa Sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan Uni Eropa termasuk minyak Kelapa Sawit Indonesia
Sumber: Tribun Pontianak