ASOSIASI Pengusaha Indonesia (Apindo) mendesak pemerintah memboikot Greenpeace terkait kampanye hitam yang menyerang industri sawit Indonesia. Pasalnya, setelah menduduki Kawasan Industri Wilmar di Bitung, Sulawesi Utara, tanpa izin tiga bulan lalu, pada 17 November lalu Greenpeace juga menghadang kapal Wilmar yang tengah mengangkut produk Oleocemikal di Perairan Spanyol.

“Apindo dan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) setuju negara harus hadir dalam hal ini. Greenpeace harus diboikot atau dibekukan. Periksa dari mana saja uang Greenpeace itu,” ungkap Benny Soetrisno, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Bidang Perdagangan sekaligus Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Minggu (18/11).

Greenpeace telah berkali-kali melakukan aksi menyerang pelaku usaha kelapa sawit di lapangan. September lalu, sebanyak 23 aktivis Greenpeace bersama empat personel grup band musik Boomerang mengokupasi kapal penyuplai minyak sawit dan tangki timbun milik Wilmar di Bitung.

Intervensi Greenpeace beberapa waktu terakhir dinilai dapat mengganggu stabilitas ekonomi. Terlebih, di tengah kondisi pasar kelapa sawit yang mengalami penurunan dari sisi jumlah ekspor. Di sisi lain, industri minyak hingga 2024 diprediksi makin minus. Untuk itu, barang non-migas harus mampu menopang guna menghindari melebarnya neraca transaksi berjalan (Current Acount Deficit). Sumber industri non-migas tersebut salah satunya minyak kelapa sawit.

“Kita butuh minyak satu hari 1,6 juta barel per hari. Pada 2024 kita butuh 2,5 juta barel per hari. Produksi minyak harian kita sekitar 700 ribuan barel per day dan itu turun bisa sampai 600 ribu per hari,” lanjut Benny.

Untuk itu, pihaknya mendesak pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo untuk bisa turun tangan menghadapi tantangan intervensi luar. India sudah berani memboikot Greenpeace beberapa tahun lalu saat menghadapi situasi yang sama. Sementara, pemerintah Indonesia seolah membiarkan hambatan ini terjadi.

“Pemerintah Indonesia kurang ngotot memperjuangkan kepentingan rakyatnya. Pemerintah India itu pintar ngomong dan tidak mau menyerah,” tuturnya.

Lebih dari itu, pemerintah sebagai pemilik seluruh perusahaan di Indonesia didesak harus lebih bisa melindungi pelaku industri. Pasalnya, pemerintah juga mendapat banyak keuntungan dari pajak rutin yang dibayarkan industri.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati (Gimni) Sahat M. Sinaga berpendapat, tantangan ini hanya bisa dilawan dengan berhenti mengekspor minyak kelapa sawit ke Eropa.

“Persoalan utama itu sejauh mana Eropa menekan dominasi sawit Mampu tidak? oleh karena itu Indonesia harus berpikir jangan hanya tidur.” tandasnya.

 

Sumber: Mediaindonesia.com