JAKARTA, SAWIT INDONESIA – DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) mengadakan temu dialog antar pelaku industri sawit dari sektor hulu, menengah, dan hilir. Pertemuan virtual ini akan dihadiri 500 anggota perwakilan APKASINDO dari tingkat provinsi sampai desa.

“Acara siang nanti menunjukkan kekompakan anggota APKASINDO dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan ke depan. Kekompakan ini dibutuhkan dalam upaya melawan kampanye dan isu negatif sawit,” ujar Ir. Gulat ME Manurung, MP, CAPO, Ketua Umum DPP APKASINDO.

Gulat mengatakan kemitraan sangat dibutuhkan. Prinsip kemitraan ini harus setara. Karena itu, petani tidak ingin dibodohi lagi seperti terjadi sebelumnya. Kini, petani telah memasuki generasi kedua yang ingin maju dan lebih sejahtera.

“Sebagaimana pesan Prof Bungaran Saragih, petani ini benteng industri sawit Indonesia di kancah dunia. Tanpa kehadiran petani, komoditas ini sangat rapuh,” ujarnya.

Forum ini rangkaian dari peringatan Hari Sawit Nasional dan HUT ke-20 APKASINDO yang akan dihadiri Martias Fangiono (Komite Pengarah BPDPKS), Derom Bangun (Ketua Umum DMSI), Joko Supriyono (Ketua Umum GAPKI), Bernard Riedo (Ketua Umum GIMNI), Rapolo Hutabarat (Ketua Umum APOLIN), dan perwakilan BPDPKS. Moderator forum ini adalah Dr. Purwadi dan Rino Afrino sebagai host.

Dr. Purwadi, Dewan Pakar DPP APKASINDO, mengatakan sawit telah menjadi komoditas strategis dan berkontribusi besar dalam perekonomian, peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat dan kontribusi-kontribusi lain yang sangat besar. Di sisi lain, sawit dalam beberapa dekade telah menjadi komoditas “global” dengan tantangan-tantaangan yang semakin banyak.

“Sawit dengan sistem indutrinya menghadapi persaingan dan tantangan global, dengan membangun kerjasama sinergis dari semau pelaku dalam rantai pasok sistem indutrinya,” kata Purwadi.

Ia menjelaskan bahwa membangun keberlanjutanan sawit (sepanjang masa), dapat terwujud melalui kemampuan indonesia untuk membangun daya saing produk, dari produk kompetitor (minyak nabati) dan atau produk-produk substitusinya. Daya saing sistem industri harus dipandang sebagai sistem proses industri ‘end to end’, dengan hasil akhir harga pokok yang kompetitif di pasar global.

Oleh karena itu, efisiensi hanya bisa tercipta apabila ada sinergitas antara sub sistem industri di depan dan di belakangnya, dimana setiap sub sistem dalam ranta pasok (supply chain) dapat menyelenggarakan sistem produksi dengan keuntungan normal berkeadilan.

“In-efisiensi bisa terjadi jika antar subsistem tidak sinergis dan bahkan terjadi persaingan kurang/ tidak sehat, dan menjadi problem serius apabila saling “men-siasati”,” tambah Dr. Purwadi.

Ke depan, perlu ada kesepahaman dan kerjasama antar pelaku dalam setiap rantai pasok untuk memahami bisnis proses dan rantai nilai (value chain). Dalam hal ini, membangun keberlanjutan sawit (sepanjang masa) perlu diupayakan oleh semua stakeholder sepanjang rantai pasok (value chain) dalam sistem industri dan stakeholder pendukung (eksternal).

Menurut Purwadi, membangun keberlanjutan bersama dapat diwujudkan dalam kerangka pikir “bergotong-royong” antar sub sistem dalam sistem industri, bekerja sama, saling membutuhkan, saling mendukung, saling melindungi, untuk saling menghidupi secara berkeadilan.

 

Sumber: Sawitindonesia.com