Jakarta – Investor Jepang tertarik investasi pengolahan limbah cair sawit, atau Palm Oil Mill Effluent (POME) menjadi algae di Kawasan Teknopolitan sawit Pelalawan, Provinsi Riau.
Ketertarikan ini disampaikan Group Chairman eBioTechnology Holding Pte Ltd, Toshihide Nakajima, dan Professor Algae Biomass and Energy System R&D Center Universitas Tsukuba Jepang, Makoto Watanabe usai meninjau pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Pelelawan, Riau, Jumat (23/2/2018).
Dalam penininjauan tersebut hadir Bupati Pelalawan M Harris, Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga, Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN), Rapolo Hutabarat, Pengurus Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Mustafa Daulay, dan Ketua Umum Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (Maksi) Darmono Taniwiryono.
Sebelumnya, Kamis (22/2/2018) sempat digelar Focus Group Discussion bertajuk Peningkatan Nilai Ekonomi Limbah Cair Kelapa Sawit Dan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Dengan Budidaya Ganggang di Gedung Sekolah Tinggi Teknologi Pelalawan.
Bupati Pelelawan, M Harris, menyambut baik kedatangan investor dari Jepang ini, karena mendukung pengembangan Kawasan Teknopark Sawit Pelalawan.
Haris bilang, kehadiran investasi teknologi pengolahan limbah sawit itu punya dampak positif dan bernilai tambah bagi perekonomian masyarakat petani sawit yang modern.
Untuk mendukung investasi, dikatakan Harris, Pemkab Pelalawan akan membantu kemudahan perizinan. Kendati demikian, pemberian ijin tetap mengacu regulasi daerah dan pusat. “Dukungan lain adalah kawasan Tekno Park ini mempunyai luas 3.700 hektare yang terbagi enam zona kawasan untuk pembangunan pabrik,” ujar Haris.
Di Jepang, sumber bahan baku alga bersumber dari lemak ikan laut dalam. Alga mempunyai kandungan fatty acid yang sangat berguna menjadi komponen pembuatan kosmetik dan farmasi.
Kesesuaian ini berdasarkan faktor melimpahnya bahan baku dan kandungan Biological Oxygen Demand (BOD) dapat diolah menjadi 20 PPM. Di Kabupaten Pelalawan, jumlah pabrik sawit mencapai 27 unit dan 6 diantaranya mempunyai fasilitas penangkapan gas metan (methane capture).
Sedangkan, 21 unit lain tidak dilengkapi methane capture dengan total kapasitas pengolahan berjumlah 1.125 ton TBS per hari atau setara 900 ton POME per jam. Potensi tersebut yang menjadi pertimbangan investor Jepang untuk membangun fasilitas produksi alga.
Konsorsium Investor Jepang menjadi pembeli siaga (offtaker) produk alga tersebut. Direncanakan alga tadi dapat diolah lagi menjadi docosahexaenoic acid (DHA).
Hidetoshi menjelaskan, pihaknya akan melakukan studi kelayakan proyek investasi pengolahan POME menjadi algae pada April 2018. Studi ini melibatkan peneliti Indonesia dan PT Nutri Palma Nabati, dengan harapan studi kelayakan ini dapat selesai dalam jangka waktu enam bulan.
Diperkirakan pembangunan fasilitas produksi algae dari limbah sawit memerlukan dana antara US$30 juta-60 juta. “Untuk mengetahui berapa kapasitas produksi yang bisa dihasilkan dengan investasi tadi, kami masih menunggu hasil studi kelayakannya,” ujar Hidetoshi.
Studi kelayakan melibatkan Universitas Tsukuba dan PT Nutri Palma Nabati. Presiden Direktur PT Nutri Palma Nabati, Darmono Taniwiryono, mengatakan, rancangan studi berjalan April tahun ini dengan pendanaan dari Jepang.
Dalam studi ini akan ada kombinasi antara Jepang dan Indonesia, teknologi Jepang mengenai pembudidayaan alga yang tidak berklorofil nantinya menghasilkan DHA dan minyak ester berkualitas tinggi untuk kosmetik.
Sumber: Inilah.com