InfoSAWIT, JAKARTA – Pengembangan sektor perkebunan kelapa sawit masih belum lepas dari kendala, musababnya selain tekanan dunia, pula masih banyak dihadapkan pada beragam regulasi yang dianggap menghambat dan tumpang tindih. Termasuk pihak yang mengatur komoditas strategis ini dilakukan banyak kementerian dan lembaga, hasilnya daya saing industri bisa tergerus. 

Kendati sempat mengalami penurunan harga diawal tahun 2020, tapi kini harga minyak sawit global menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Bahkan semenjak Mei 2020 harga minyak sawit terus meninggi dan mampu tembus lebih dari US$ 700/ton, dimana sebelumya sempat mencapai harga terendah US$ 515/ton.

Merujuk laporan Oil World, dibandingkan pergerakan harga di dua periode sebelumnya, harga pada tahun 2020 menunjukan fluktuasi yang cukup tajam, jauh berbeda dengan periode 2018 kendati mengalami tren menurun tetapi pergerakan harganya sempat stabil dikisaran US$ 600/ton – US$ 650/ton pada periode Januari- Juni 2018. Sementara pada periode 2019 pergerakan harganya hampir stabil semejak Januari – September 2019 dengan kisaran harga antara US$ 460/ton – US$ 515/ton.

Kondisi terjadinya fluktuasi yang tajam tersebut ditengarai sala satu pemicunya akibat gelombang pandemi Covid-19, yang akhirnya mengakibatkan gangguan pada struktur ekonomi politik, sosial dan keuangan global. Hasilnya seluruh perdagangan komoditas terganggu dan mencatat penurunan signifikan.

Swing harga yang begitu cepat memberikan dampak bagi industri minyak sawit nasional, serta mengakibatkan sektor ini rawan terhadap pergerakan pasar. Utamanya bagi industri minyak sawit di Indonesia tak hanya menyangkut pasar, terbitnya beragam regulasi dan strategi yang kurang dikelola dengan baik menjadi ancaman terselubung bagi industri minyak sawit nasional.

Diungkapkan, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonsia (GIMNI), Sahat Sinaga, disadari atau tidak industri kelapa sawit Indonesia kerap berada pada posisi yang rawan, dari sisi pasar/teknologi, strategi, regulasi & Perundang-undangan.

“Bila ancaman terselubung ini tidak ter-identifikasi dan tidak cepat diatasi, industri sawit bisa ber-metamorfosa seperti rempah-rempah Indonesia di jaman VOC pada abad 18-19 lalu,” katanya dalam webinar yang diselenggarakan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonenesia (GAPKI) Cabang Sumatera Utara & Aceh yang dihadiri InfoSAWIT, akhir September 2020 lalu.

Demikian pula, pelaku perkebunan kelapa sawit nasional, Maruli Gultom mengakui, situasi industri kelapa sawit saat ini diyakini semakin sulit, terlebih bila berhadapan dengan birokrasi. Lantaran selama ini salah satu kendala sawit adalah adanya birokrasi yang rumit. “Padahal dalam mengembangkan industri kelapa sawit tidak diganggu dan tanpa dibantu pun kami sudah sangat senang,” tutur Maruli Gultom. (T2)

 

Sumber: Infosawit.com