Jakarta – Penggunaan biodiesel sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN) akan diperluas. Biodiesel rencananya dipakai untuk alat berat pertambangan dengan formula B10.

Langkah ini diharapkan bisa meningkatkan konsumsi biodiesel hingga 3,5 juta kiloliter (KL) di tahun ini. Angka ini meningkat dibandingkan konsumsi biodiesel tahun lalu di level 2,9 juta kiloliter.

Rencana perluasan konsumsi biodiesel ke alat berat pun pertambangan sudah dikomunikasikan kepada pelaku industri dan penyedia alat berat.

“Perluas ke sektor tambang udah dilakukan di beberapa rapat koordinasi ke penambangnya maupun penyedia alat-alat berat untuk mencari titik bisanya berapa menggunakan B berapa apa B20 bisa dilakukan penuh,” kata Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Rida Mulyana di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (20/3/2018).

Rida memperkirakan ada penambahan konsumsi biodiesel hingga 400.000 KL di tahun ini karena adanya konsumsi B5 untuk kereta api dan B10 yang direncanakan untuk alat berat pertambangan. Saat ini tengah dilakukan uji coba B5 untuk kereta api dan diperkirakan rail test ini memakan waktu enam bulan sejak awal tahun 2018.

“Nambahnya kalau hanya KAI B5 dan pertambangan B10 nambah 400.000 biodiesel tahun ini,” tutur Rida.

Pihaknya pun berharap ada satu formula biodiesel yang sama yang dapat dikonsumsi semua jenis mesin kendaraan, sehingga produksi biodiesel dilakukan dalam satu tangki yang sama oleh masing-masing produsen.

“Ada pemikiran nanti ada satu produk dijual Pertamina ke semua industri menggunakan B berapa tapi harus diterima semua dengan harga yang masih seolah-olah beli Solar,” kata Rida.

Saat ini, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) membayarkan selisih harga solar dengan biodiesel per liter kepada produsen biodiesel. Saat ini, selisih harga yang dibayarkan di kisaran Rp 2.800-Rp 2.900 per liternya dan dikalikan dengan junlah produksi biodiesel oleh produsen.

“Beda antara HIP (Harga Indeks Pasar) biodiesel sama Solar kurang lebih Rp 2.900 di bawah Rp 3.000 itu kan lumayan,” ujar Rida.

Rida memperkirakan selisih harga yang dibayarkan oleh BPDPKS terhadap penambahan volume produksi biodiesel hingga 400.000 KL tahun ini mencapai Rp 1,2 triliun. Angka tersebut didapatkan dengan mengakumulasikan selisih harga biodiesel dengan harga jual hampir Rp 3.000 per liter dengan tambahan volume 400.000 KL untuk kereta api dan alat pertambangan.

“Kalau Rp 3.000 dikalikan 400.000 KL kan Rp 1,2 triliun,” kata Rida.(ara/dna)

 

Sumber: Detik.com