JAKARTA – Pemerintah diminta untuk meninjau kembali usulan pemberian subsidi pada minyak goreng curah dalam rangka stabilisasi harga.
Pemberian subsidi pada minyak goreng curah berisiko tidak efektif di tengah indikasi pencampuran minyak goreng jelantah di dalam produk tersebut.
“Kami melihat secara praktik pengawasan lebih mudah jika subsidi untuk minyak goreng kemasan. Kalau minyak goreng curah, sumbernya tidak jelas karena ada indikasi campuran minyak daur ulang,” kata Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga, Selasa (28/12/2021).
Mengacu pada riset yang dilakukan Institut Pertanian Bogor (IPB), Sahat mengatakan bahwa sekitar 30 persen dari total minyak goreng curah yang beredar merupakan hasil campuran minyak jelantah.
Dia lantas mengusulkan agar subsidi minyak goreng murah digulirkan dengan menyasar langsung konsumen yang berhak.
Pemerintah bisa memulai dengan memberi akses minyak goreng subsidi kepada keluarga penerima manfaat (KPM) bantuan sosial. Dengan demikian, subsidi tersebut benar-benar menyasar masyarakat rentan.
“Daripada tidak tepat sasaran, subsidi bisa langsung menyasar ke konsumen. Terlebih, minyak goreng curah dan kemasan sederhana konsumennya hanya sebagian. Konsumen lainnya ada yang konsumsi kemasan premium,” lanjut Sahat.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memberikan pendapat serupa. Dia mengatakan, pengawasan subsidi pada minyak goreng curah cenderung lebih sulit daripada minyak goreng kemasan.
“Peluang terjadi kebocoran juga sangat besar, selain itu distribusinya juga panjang,” kata Bhima.
Guru Besar dari IPB University Bayu Krisnamurthi mengatakan, pemberian subsidi kepada minyak goreng curah cenderung lebih sulit dalam pengawasan dan pertanggungjawabannya.
“Kalau curah, subsidi mau dilakukan di mana dan seperti apa pengawasannya? Jika idealnya diberikan di level pedagang, tidak ada yang bisa memastikan kalau produk dijual dengan harga sesuai ketentuan,” kata dia.
Dia mengatakan, salah satu skenario yang memungkinkan pertanggungjawaban dan pengawasan yang lebih jelas adalah melalui pembelian minyak goreng kemasan sederhana dengan melibatkan perusahaan besar.
Contohnya, kata dia, melalui Bulog yang kemudian didistribusikan ke masyarakat dengan harga sesuai ketentuan.
Sumber: Bisnis.com