Industri menyambut positif kesepakatan barter komoditas pertanian Indonesia dengan pesawat tempur Sukhoi buatan Rusia. Pasalnya, kesepakatan ini diprediksi mampu mengerek komoditas di antaranya sawit.
“Kalau pembayarannya sebagian dengan komoditas ekspor yang dimiliki seperti sawit dan karet Indonesia akan meningkatkan ekspor ke Rusia,” ujar Sahat Sinaga, Ketua Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) kepada KONTAN, Jakarta, Selasa (22/8).
Peningkatan diperkirakan Sahat dapat mencapai 100% dari total ekspor ke Rusia tahun sebelumnya. Hal tersebut dengan asumsi melihat harga karet yang saat ini turun sehingga tidak menjadi prioritas ekspor.
Sahat bilang, tahun lalu ekspor sawit Indonesia ke Rusia di tahun 2016 sebesar 695.000 ton. Bila nantinya 60% pembelian ini berasal dari sawit, maka ekspor akan meningkat menjadi 1,2 juta ton. Angka tersebut berdasarkan perhitungan Sahat bila harga Sukhoi senilai US$ 1,5 miliar dan harga sawit saat ini sebesar US$ 730 per ton.
Berdasarkan perhitungan itu, Sahat mendukung rencana pemerintah. Mengingat saat ini pasar minyak sawit Indonesia sedang menurun. Namun, angka pasti mengenai kontribusi sawit dalam pembelian ini belum ditentukan.
Sawit memang dibutuhkan oleh Rusia. Oleh karena itu Sahat beranggapan bahwa kerja sama ini memungkinkan untuk dilakukan. “Kalau belinya dari Amerika, mereka tidak mau beli sawit Indonesia,” terang Sahat.
Hal serupa diungkapkan oleh Fadhil Hasan, Ketua Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). “Bila kerja sama itu jadi pasti akan meningkatkan ekspor,” jelas Fadhil kepada KONTAN.
Namun sampai saat ini belum ada daftar barang yang akan ditawarkan oleh Indonesia sebagai imbal dagang terhadap pembelian Sukhoi. Indonesia masih menunggu permintaan dari pihak Rusia.
Sumber: Kontan.co.id