InfoSAWIT, JAKARTA – Dituturkan Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Ketenagakerjaan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Rafail Walangitan, permasalahan yang dialami pekerja perempuan di perkebunan sawit biasanya terkait, Perlindungan K3 yang kurang memadai.
Lantas, tidak adanya perjanjian kerja antara pekerja perempuan dengan majikan/perusahaan, tidak terpenuhinya hak pekerja perempuan di bidang reproduksi seperti hak memperoleh istirahat hamil, istirahat melahirkan, istirahat keguguran, dan menyusui Penerimaan upah tidak sesuai ketentuan dan jam kerja yang overload.
Termasuk, tidak selalu tersedianya fasilitas penitipan anak di tempat mereka bekerja, serta tidak tersedianya fasilitas antar jemput ke tempat mereka bekerja. “Sesuai dengan Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa KemenPPPA memiliki wewenang dalam sub urusan perlindungan perempuan,” katanya dalam seminar online yang diadakan Pusat Kajian Gender dan Anak (PKGA), Institut Pertanian Bogor (IPB) yang dihadiri InfoSAWIT, akhir Agustus 2020 lalu.
Sebab itu, kata Rafail Walangitan, guna memenuhi kebutuhan para pekerja perempuan, pemerintah telah menerbitkan beragam program dan aturan untuk memberikan rasa aman dalam bekerja bagi perempuan, misalnya terbit Peraturan Menteri PPPA No. 5 tahun 2015 tentang Penyediaan Sarana Kerja yang Responsif Gender dan Peduli Anak di Tempat Kerja sebagai bentuk pemenuhan hak pekerja perempuan dalam rangka peningkatan produktivitas kerja. (T2)
Sumber: Infosawit.com