
Pontianak, Kalbar — Deputi Bidang Karantina Tumbuhan Badan Karantina Indonesia, Bambang MM, menegaskan pentingnya menggeser stigma negatif terhadap kelapa sawit. Menurutnya, sawit merupakan tanaman paling produktif penghasil minyak dan energi, sekaligus berperan dalam konservasi lingkungan.
“Sawit sering diserang dengan persepsi negatif, padahal sawit adalah penyelamat hutan tropis dunia ketika energi fosil habis. Kita harus kompak membela kepentingan nasional dan meyakinkan dunia bahwa sawit penting,” ujarnya dalam Indonesian Palm Oil Smallholder Conference and Expo (IPOSC) ke-5 di Kubu Raya, Rabu.
Ketua Panitia IPOSC ke-5, Mansuetus Darto, menyoroti nasib petani sawit yang belum jelas, terutama mereka dengan lahan masuk kawasan hutan. Ia mengkritik penyitaan lahan tanpa dialog yang merugikan masyarakat. “Perjuangan petani belum selesai. Nasionalisasi berbasis BUMN tanpa melibatkan petani memiskinkan,” katanya.
Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalbar, Heronimus Hero, menjelaskan subsektor sawit menyumbang 20 persen dari PDRB pertanian Kalbar, atau sekitar 6,4 persen dari total PDRB. Dari 3 juta hektare konsesi sawit, baru 1,7 juta hektare tertanam. Sekitar 30–40 persen masyarakat Kalbar menggantungkan hidup pada sawit, dengan 368 perusahaan beroperasi di wilayah ini.
Program peremajaan sawit rakyat di Kalbar telah mencapai 24 ribu hektare, didukung bantuan Rp 600 miliar dari BPDPKS. Selain replanting, pemerintah juga membiayai sarana prasarana dan beasiswa untuk peningkatan kapasitas SDM sawit. “Program ini sangat membantu pekebun mandiri, terutama yang sawitnya sudah tidak produktif,” kata Hero.
Meski menghadapi tantangan global seperti regulasi Uni Eropa terkait deforestasi dan keterbatasan pupuk subsidi, Hero optimistis IPOSC dapat merumuskan kebijakan untuk memperkuat kelembagaan petani dan memajukan sawit berkelanjutan di Indonesia dan Kalbar.