JAKARTA, Informasi yang menyebutkan petani sawit terancam kelaparan dan meminta bantuan sembako mendapatkan kecaman serius dari petani sawit di berbagai daerah di Indonesia. Kecaman ini disampaikan para petani yang menjadi anggota Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) di 22 Provinsi. Sebagai organisasi petani yang mendapatkan legalitas dari pemerintah, APKASINDO menilai informasi tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan, cenderung menyesatkan.

Melansir berita di detik.com yang berjudul Terancam Kelaparan, Petani dan Buruh Sawit Minta Bantuan Sembako, disebutkan bahwa petani meminta bantuan sembako dari pemerintah karena terancam kelaparan akibat kesulitan mendapatkan akses pangan. Hal ini disampaikan Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) Yusro Fadil yang mengatakan yang dibutuhkan petani khususnya buruh sawit adalah sembako. “Jadi ini, belum tepat sasaran, ini yang belum mereka terima,” ujarnya.

Rino Afrino, Sekjen DPP APKASINDO, mengatakan asosiasi sangat  mengecam keras pernyataan tersebut karena sepatutnya dalam situasi wabah Covid 19 ini, semua pihak jangan mengeluarkan pernyataan kontroversial dan tidak sesuai fakta lapangan. “Mereka yang bicara tadi mungkin bukan petani dan tidak punya kebun sawit. Selain itu, mereka hidup bukan dari TBS sawit,” ujar Rino dengan tegas.

Rino menjelaskan bahwa kondisi harga TBS petani kelapa sawit di awal Ramadhan ini rerata Rp. 1.250-Rp 1.700 per kilogram. Harga ini jauh lebih baik dibandingkna awal Ramadhan tahun lalu sekitar Rp 800-Rp 1.350 per kilogram. Walaupun dihantui wabah covid-19,  aktivitas Petani sawit masih berjalan normal dan kehidupan ekonomi sehari-hari berjalan baik.

Menurutnya, industri sawit mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dalam pemenuhan bahan makanan, deterjen,  industri, energi, pakan ternak, biofuel dan ratusan produk turunan lainnya. Dan pada 5 tahun terakhir sawit adalah penghasil devisa negara terbesar, Oleh karena itu semua pihak yang terlibat dalam industri ini dan masyarakat Indonesia wajib menjaga kestabilan nya dengan perannya masing-masing.

Berdasarkan pantauan APKASINDO terhadap kondisi petani sawit APKASINDO di 22 Provinsi dan 117 Kabupaten Kota, sampai hari ini belum ada yang teriak-teriak kalau ekonominya anjlok akibat turunnya harga TBS sebagai dampak Covid-19.

Sri Andiani, petani sawit yang tinggal di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Riau, merasa heran dengan pernyataan Ketua SPKS Rokan Hulu karena tidak benar dikatakan ada petani terancam kelaparan. “Saya malu sebagai sesama warga Rohul membaca berita tersebut. Memang harga sawit lagi turun tetapi tidak sampai membuat petani kelaparan atau sampai meminta sembako. Bahkan Bupati Rohul mengeluarkan surat edaran yang mendukung kegiatan kelapa sawit supaya tidak terganggu saat pandemi Covid-19 ini. Dengan mengedapankan protokol kesehatan,” ujar wanita umur 46 tahun ini.

Sujarno, petani sawit Rokan Hilir, Riau, bahwa pernyataan petani terancam kelaparan sangatlah menyesatkan karena kami petani sedang semangat-semangatnya merawat tanaman dari kegiatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

“Kami yang sedang proses replanting saja gak kelaparan, tetapi malahan diisukan ekonomi petani sawit amblas”, ujar Jarno.

“Harga TBS kami di Rokan Hilir juga bagus di kisaran Rp. 1.420 per kilogram. Lalu, kenapa ada pihak yang mengatakan petani terancam kelaparan ?”, tanya Jarno dengan heran.

Laporan dari Manokwari, Papua Barat, disampaikan Dorteus Paiki. Menurtunya kondisi petani tetap baik dan kami semua sepakat untuk mencegah penularan Covid-19. Dijelaskannya bahwa tidak ada petani yang kelaparan bahkan kami petani sawit di Papua Barat saling membantu dan bergotongroyong membantu kawan-kawan yang bukan petani yang saat ini sedang kesusahan.

“Kami di Papua Barat tetap hidup  aman dan sehat walaupun ada ancaman pandemi Corona. Sebagai Petani sawit di Papua Barat, mohon semua Pihak jangan memanfaatkan situasi saat ini untuk kepentingan pribadi atau ‘pesanan’.  Jangan pula menjadi pengkhianat bangsa,” tegas Paiki.

Jafar, petani sawit asal Bengkulu, menjelaskan kendati terjadi penurunan harga TBS dalam seminggu terakhir tetapi petani masih sejahtera. Dirinya tersinggung apabila ada pihak mengatasnamakan petani lalu menyebarkan informasi ancaman kelaparan ini. Dirinya bahkan baru pesan pupuk senilai Rp 600 juta untuk kegiatan kebun. “Kalau pabrik sawit sampai tutup di saat Corona ini barulah ekonomi petani bisa terganggu. Tetapi kami tidak terima jika dikatakan terancam lapar. Karena, kami petani sawit banyak juga yang mengembangkan budidaya tanaman lainnya,” jelas Jafar.

Kasriwandi, Petani Sawit dari  Muara Bulian, Jambi  menjelaskan bahwa petani di wilayahnya mengikuti arahan pemerintah seperti pembatasan sosial. Beruntung, aktivitas kebun tetap berjalan lancar dan normal. Tidak benar kalau dikatakan petani mengalami kelaparan karena harga TBS mampu memberikan penghasilan bagus kepada petani. Kendati, terjadi penurunan dari bulan kemarin.

“Petani sawit itu sangat teruji dengan turun naiknya harga sawit. Justru disaat Corona ini harga TBS kami lebih cantik sebelum ada Corona tahun lalu. Jadi harga turun naik itu biasa. Kalau kelaparan, sangat tidak mungkin, disaat harga TBS Rp. 800 saja kami bahagia apalagi  rerata harga TBS petani swadaya saat ini Rp 1.500 per kilogram. Sementara itu, harga petani mitra atau plasma sekitar Rp 1.681 per kilogram. Strategi petani saat turun harga, biasanya mengurangi pemupukan, tidak ada itu istilah petani kelaparan. Mungkin narasumber berita tersebut yang kelaparan,” ujarnya.

Hal yang sama juga disampaikan Ali dari Petani Sawit Kalimantan Utara (Kaltara). Ia menjelaskan di daerah Kaltara bersyukur ada perkebunan kelapa sawit yang membuat ekonomi di perbatasan negara dengan Malaysia ini mampu bertahan terutama Kabupaten Nunukan dan lainnya.  “Bahkan petani sawit Apkasindo di Nunukan berpartisipasi membantu warga tidak mampu di desa saya sebanyak 200 sak beras. Bantuan ini terus berlanjut lagi bulan depan. Jadi, bagaimana mungkin kami kelaparan?”, tanya Ali.

Andi Kasruddin, Petani Sawit Sulawesi Barat menjelaskan bahwa sepanjang pabrik sawit tetap beroperasi maka penghasilan petani tetap aman dan kelaparan tidak akan teruji. “Bagi kami, petani sawit sudah teruji dan tahan lapar selama membangun kebun sawit dari nol sampai menghasilkan,” jelasnya.

Ketua Harian DPP APKASINDO, H. Gusdalhari Harahap, menjelaskan bahwa hubungan antara petani, pabrik sawit, dan pemerintah sangat baik  bahkan saling mendukung terkhusus saat Pandemi Covid-19 ini. Sebaiknya, semua Pihak menahan diri untuk tidak  “bermain” dan membuat sensasi  melalui isu-isu yang merusak situasi saat kita semua fokus mitigasi corona. “Kita elemen masyarakat Indonesia harus bahu-membahu untuk menjaga situasi dan iklim ekonomi khususnya perkebunan sawit, apalagi di tengah pandemi ini.  Upaya ini sangat dibutuhkan supaya ekonomi Indonesia dapat bangkit dan kuat terutama di saat sulit seperti sekarang,” harapnya.

 

Sumber: Sawitindonesia.com