Waspadai Risiko Kesehatan dari Makanan Hasil Gorengan

Menggoreng adalah metode memasak favorit di banyak negara Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Proses ini bertujuan untuk meningkatkan kelezatan makanan dengan menciptakan rasa gurih dan tekstur luar yang renyah. Tiga elemen inilah yang membuat makanan gorengan sangat digemari.

Namun, kebiasaan menggoreng yang tidak tepat dapat membuat makanan menjadi berbahaya bagi kesehatan, terutama jika menggunakan minyak goreng curah yang tidak jelas asal-usulnya atau minyak yang sudah digunakan berulang kali (minyak jelantah). Sayangnya, praktik ini sering kali tidak disadari oleh banyak orang.

Jenis Minyak Goreng

Minyak goreng umumnya terbagi menjadi dua jenis: soft oil dan hard oil.

  • Soft oil dihasilkan dari biji-bijian seperti kedelai, jagung, atau bunga matahari, yang umumnya tumbuh di daerah subtropis. Minyak ini tetap cair pada suhu sekitar 6°C dan kaya akan ikatan karbon tak jenuh.
  • Hard oil berasal dari buah-buahan seperti kelapa dan kelapa sawit yang tumbuh di daerah tropis. Minyak ini berbentuk padat pada suhu sekitar 15°C, itulah sebabnya disebut hard oil. Hard oil memiliki kandungan ikatan karbon jenuh yang tinggi, kecuali pada minyak sawit yang seimbang antara ikatan karbon jenuh dan tak jenuh (50:50).

Jenis-Jenis Penggorengan

Proses menggoreng dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yang masing-masing memerlukan perlakuan berbeda:

  1. Tumis-tumis (shallow frying): Dilakukan pada suhu 115-135°C dengan sedikit minyak dan waktu memasak yang singkat.
  2. Menggoreng (frying): Dilakukan pada suhu 140-190°C, di mana makanan sebagian tenggelam dalam minyak panas.
  3. Deep frying: Menggunakan suhu yang lebih tinggi, 190°C hingga 200°C atau lebih, di mana makanan sepenuhnya tenggelam dalam minyak panas dan dimasak lebih lama.

Di antara ketiga metode tersebut, tumis-tumis dan menggoreng adalah yang paling umum digunakan. Tumis-tumis menggunakan sedikit minyak dan waktu memasak yang lebih singkat, sementara menggoreng biasanya menggunakan lebih banyak minyak dan makanan cenderung tenggelam dalam minyak. Deep frying, yang biasa digunakan untuk menggoreng kerupuk atau makanan cepat saji, melibatkan suhu tinggi dan waktu memasak yang lebih lama, yang dapat menyebabkan perubahan kimia dalam minyak goreng.

Proses Kimia di Balik Penggorengan

Saat minyak dipanaskan, beberapa reaksi kimia terjadi yang dapat membuat minyak menjadi tidak sehat:

  1. Oksidasi: Minyak bereaksi dengan oksigen di udara, menghasilkan senyawa seperti aldehida dan peroksida lipid, yang dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
  2. Hidrolisis: Air dari makanan bereaksi dengan minyak, memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol, yang dapat menghasilkan akrolein, senyawa beracun yang dapat mengiritasi saluran pernapasan.
  3. Polimerisasi: Suhu tinggi menyebabkan asam lemak dalam minyak bergabung menjadi molekul yang lebih besar (polimer), meningkatkan viskositas minyak dan berpotensi menghasilkan lemak trans yang berbahaya.

Proses-proses ini menyebabkan penurunan kualitas minyak, menjadikan penggunaan minyak goreng berulang kali lebih berisiko bagi kesehatan.

Dampak pada Komposisi Minyak

Minyak goreng terdiri dari trigliserida, yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak. Selama menggoreng, trigliserida dapat terdegradasi menjadi senyawa yang kurang stabil dan berbahaya. Vitamin dan mikronutrien dalam minyak sering kali hilang selama penggorengan, terutama jika minyak dipanaskan pada suhu tinggi atau digunakan berulang kali. Minyak yang digunakan berulang kali dapat menjadi sumber senyawa beracun yang meningkatkan risiko penyakit kronis.

Mengetahui Kualitas Minyak Goreng

Ada beberapa metode untuk menilai kualitas minyak goreng:

  1. Metode Sederhana: Ibu-ibu di dapur bisa meletakkan kertas minyak sekitar 15 cm di atas wajan berisi minyak panas. Jika dalam 2 menit kertas menunjukkan perubahan, itu bisa menjadi indikasi bahwa minyak tidak layak pakai.
  2. Metode Sophisticated dan Akurat: Menggunakan alat seperti “Testo 270” untuk mengukur Total Polar Materials (TPM) dari minyak yang dipakai. Jika TPM melebihi 14%, minyak tersebut tidak layak lagi digunakan sebagai media penggoreng.

Praktik Menggoreng yang Lebih Sehat

Untuk mengurangi risiko kesehatan, berikut beberapa langkah yang bisa diambil:

  1. Gunakan Minyak Secukupnya: Gunakan minyak dalam jumlah yang cukup untuk melapisi makanan secara merata. Penggunaan minyak yang berlebihan mempercepat pembentukan senyawa berbahaya.
  2. Hindari Penggunaan Ulang Minyak: Penggunaan ulang minyak dapat meningkatkan konsentrasi senyawa berbahaya yang dapat meningkatkan risiko penyakit.
  3. Kontrol Suhu Menggoreng: Menggoreng pada suhu sedang (160-180°C) membantu mencegah minyak mencapai titik asapnya, di mana senyawa berbahaya lebih mudah terbentuk.

Untuk menjaga mikronutrien dalam minyak sawit dan bahan yang digoreng, metode vacuum frying dengan suhu 70-80°C dan tekanan vakum 15-20 mBar adalah solusi terbaik. Metode ini telah digunakan di negara maju seperti AS, Jepang, China, dan India.

Kesimpulan

Menggoreng adalah metode memasak yang cepat dan praktis, tetapi bisa membawa risiko kesehatan jika tidak dilakukan dengan benar. Dengan memahami perubahan kimia yang terjadi selama menggoreng dan menerapkan teknik menggoreng yang lebih sehat, Anda dapat mengurangi risiko penyakit dan tetap menikmati makanan yang aman dan sehat.

Referensi

  1. Berthold Wiege et al. “Changes in Physical and Chemical Properties of Thermally and Oxidatively Degraded Sunflower Oil and Palm Fat”. Foods 2020.
  2. Choe, E., & Min, D. B. “Chemistry of Deep‐Fat Frying Oils”. Journal of Food Science, 2007.
  3. Michael D. Erickson. “Deep Frying: Chemistry, Nutrition, and Practical Applications”. American Oil Chemists Society, 2006.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *