Derom Bangun, Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) menjelaskan perlambatan ekonomi di berbagai negara akan berdampak kepada penghasilan  masyarakat terutama daya beli. Itu sebabnya, masyarakat akan menghemat pengeluaran dengan memilih produk sesuai bujet mereka. Salah satunya pengeluaran untuk membeli minyak makan.

“Pasar lebih memilih untuk membeli minyak sawit daripada minyak nabati lain seperti kedelai atau minyak bunga matahari karena harganya lebih mahal,” kata Derom dalam perbincangan melalui telepon pekan lalu.

Merujuk kepada data yang dilansir Malaysian Palm Oil Board (MPOB), harga rerata minyak CPO per Maret 2020 sebesar US$ 625/ton. Harga CPO lebih kompetitif daripada minyak kedelai sebesar US$ 725/ton dan harga rapeseed oil sebesar US$ 804/ton.

Derom menganalisis bahwa negara-negara berkembang dan berpenghasilan rendah seperti Afrika, Amerika Latin, dan Asia merupakan negara yang memiliki risiko ekonomi tinggi.

“Akibat penurunan daya beli itu maka daya saing minyak sawit akan menjadi lebih kuat terhadap minyak nabati yang lain seperti minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak rapa (rapeseed oil) yang sering juga disebut minyak kanola,” jelas Derom.

Dari pengalaman Derom bahwa saat berkunjung ke India bersama pejabat-pejabat Pemerintah dan Kadin pada 1985. Tujuan misi ketika itu adalah mendorong perdagangan dan investasi. Ternyata kala itu, India tidak ada atau belum mengimpor minyak sawit sama sekali dari Indonesia dan dari Malaysia.  Beberapa tahun kemudian impor India mulai terlihat dan  meningkat dengan cepat. Ketika saya ke India pada awal tahun 1990-an, impor  minyak sawit India sudah meningkat dan mulai dikenal.

Ketika saya bertanya kepada seorang anggota masyarakat awam di Mumbai bagaimana dia membandingkan antara minyak sawit dan minyak kedelai, jawabannya sangat mengejutkan saya. “Itu seperti membandingkan mobil Maruti dengan mobil Mercedes”, katanya datar.

Derom menjelaskan bahwa seperti itulah sebagian anggota masyarakat India melihat minyak sawit yang artinya lebih disukai karena faktor ekonomisnya. Sekarang ketika ekonomi menurun sudah tentu pemerintah India mengambil sikap untuk mengimpor bahan-bahan yang paling sesuai dengan keinginan masyarakat. Hal ini langsung terlihat ketika terdengar  pengumuman mengenai perubahan peraturan mengenai impor  minyak goreng sawit (palmolein).  Pengumuman itu sampai ke Indonesia pada tanggal 15 April 2020 yang sifatnya akan meningkatkan impor minyak goreng sawit itu ke India.

Negara lain juga akan mengalami kondisi ekonomi yang menurun  dan akan mengadakan langkah-langkah kebijakan juga yang pada ujungnya akan meningkatkan daya saing minyak sawit. Itu sebabnya, kata Derom, peluang ini harus disambut oleh pihak kita baik pemerintah maupun swasta.

Derom menyarankan peluang pasar ini harus didampingi dengan promosi agresif dari pengusaha-pengusaha kita terutama yang memproduksi minyak goreng bermerek. Promosi di TV dan media lain di negara-negara konsumen sangat meningkatkan pangsa pasar dan daya saing kita.

“Namun demikian promosi-promosi ke negara tujuan tetap perlu dilakukan walaupun caranya perlu disesuaikan dengan kondisi sekarang. Promosi yang efektif dapat dilakukan melalui media yang menjangkau para konsumen di rumah masing-masing,” pungkas Derom yang dikenal sebagai Duta Besar Sawit Indonesia ini.

Sumber: Sawitindonesia.com