Pembina Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Azmal Ridwan mengatakan, semua industri turunan crude palm oil (CPO) menarik bagi investor.

Namun, diperlukan kemudahan investasi. Bukan dimudahkan, melainkan harus sesuai regulasi.

Jika seluruh persyaratan terpenuhi, harus segera diberi jalan, jangan ditunda-tunda.

“Selama ini banyak persoalan perizinan yang memakan waktu panjang untuk bisnis kelapa sawit. Investor enggan membuka bisnis di Kaltim karena prosedur yang tidak sesuai,” katanya, Jumat (28/6).

Jika pemerintah daerah sudah bisa menghadirkan kemudahan investasi, dia yakin investor datang.

Apabila di Kaltim dibangun pabrik biodiesel, beberapa daerah di sekitar juga bisa memanfaatkan hasil produksi dengan biaya yang lebih murah.

Misalnya, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi. Semua akan mengirim CPO ke Bumi Etam untuk mengolah biodiesel.

“Namun, diperlukan kemudahan perizinan. Itu yang harus diperhatikan agar industri biodiesel yang diharapkan bisa berjalan lancar,” tutupnya.

Wakil Ketua Umum Bidang Investasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalimantan Timur Alexander Soemarno mengatakan, Kalimantan Timur memang harus mengembangkan biodiesel di Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan (KEK-MBTK).

Namun, untuk memulai pengoperasian Maloy, pemerintah perlu menyediakan regulasi yang jelas agar industri yang dibangun dapat menjadi penggerak roda perekonomian kawasan.

Apabila Maloy tidak ditegaskan menjadi pusat industri hilir, Alexander memprediksi kawasan hanya akan menjadi pelabuhan bongkar muat crude palm oil (CPO).

“Harapan menghadirkan turunan CPO harus dimulai dari pemerintah. Harus ada regulasi jelas yang mengatur hal itu agar dilirik investor,” katanya, Jumat (28/6).

Dia menjelaskan, setelah ada aturan yang jelas, investor swasta akan masuk dan mulai mengembangkan industri yang berhubungan dengan sawit serta turunannya.

“Biodiesel paling potensial untuk diusulkan kepada calon-calon investor. Kawasan itu bisa dilirik jika peruntukannya khusus membuat biodiesel dari CPO,” bebernya.

Menurut dia, pengembangan itu bisa untuk memenuhi captive market domestik. Sebab, bahan bakar nabati tersebut akan menjadi masa depan Indonesia.

Jika diberikan aturan jelas bahwa KEK MBTK untuk mengembangkan biodiesel, investor pasti tertarik.

Apalagi pencampuran biodiesel dengan solar saat ini sudah mencapai 20 persen (B20) dan tahun ini diprediksi jadi B30.

 

Sumber: Jpnn.com