Kebijakan penggunaan kemasan sederhana pada minyak goreng di pasar tradisional dinilai belum akan mengangkat pertumbuhan produksi kemasan yang diproyeksi di level 6 %-7 % per tahun.
Direktur Eksekutif Federasi Pengemasan Indonesia Henky Wibawa menyampaikan arahan baru penggunaan kemasan sederhana untuk minyak goreng di pasar tradisional belum akan membuat industri kemasan kembali ke masa kejayaannya, yakni tumbuh 12%-13% per tahun.
“Pertumbuhan produksi kemasan hingga akhir tahun ini dan tahun depan masih akan di level 6%-7% per tahun. Tiga tahun terakhir [industri kemasan] sedikit melemah, sedangkan kalau berbicara 10 tahun lalu, pertumbuhan sampai dua digit,” katanya kepada Bisnis, Senin (7/10).
Kementerian Perdagangan melarang penjualan minyak curah kepada konsumen di pasar tradisional per 1 Januari 2020. Kebijakan wajib penjualan minyak goreng dalam kemasan akan menambah permintaan hingga 840.000 ton.
Ketua Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan potensi pasar minyak goreng curah di pasar tradisional mencapai 4,2 juta ton tahun ini, dan 20 % di antaranya merupakan minyak jelantah. “Jadi yang dari pabrik itu cuma 3,3 juta ton.”
Untuk menekan biaya produksi, pihaknya akan memanfaatkan mesin Anjungan Minyak Goreng Higienis Otomatis (AMH-o) yang dikembangkan PT Pindad dan PT Rekind melalui anak usahanya PT Rekayasa Enegneering.
Sahat menyatakan mesin tersebut akan membuat proses pengemasan oleh peritel. Adapun, produsen minyak goreng akan menyebar mesin ke peritel-peritel tradisional di penjuru negeri. Menurutnya, modal awal memang cukup besar, tetapi break event point mesin itu hanya 1,5 tahun.
Henky menyatakan industri kemasan di dalam negeri siap memenuhi permintaan pengemasan pada tahun depan. Pasalnya, kemasan yang digunakan adalah kemasan fleksibel. Saat ini, 60%-70% pelaku industri kemasan lokal memproduksi jenis kemasan fleksibel.
Adapun, utilitas pabrikan kemasan saat ini rata-rata kurang dari 70%, di sisi lain utilitas optimal bagi industri kemasan setidaknya di posisi 80%. “Gaya hidup hari ini sedikit berubah. Hari ini orang membeli apa yang dibutuhkan benar-benar dan jenis kemasannya juga berbeda sekarang,” katanya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono menyatakan arahan baru pada penjualan minyak goreng tidak akan berdampak signifikan pada industri plastik nasional. Walaupun teknologi yang digunakan pada pembuatan kemasan lebih tinggi, volume plastik yang digunakan tidak berubah. “[Arahan] itu kan lebih banyak ke masalah recycle saja,”Ujarnya.
Sumber: Bisnis Indonesia