JAKARTA – Pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) untuk kepentingan domestik ditargetkan mencapai 17,4 juta kiloliter pada 2024, baik dalam bentuk biodiesel maupun bioetanol.
Dalam usulan revisi Rencana Umum Energi Nasional yang diajukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tercantum bahwa pada 2020, target pemanfaatan BBN domestik adalah sebesar 10 juta kl.
Selanjutnya menjadi 10,2 juta kl pada 2021, 14,2 juta kl pada 2022, 14,6 juta kl pada 2023, dan 17,4 juta kl pada 2024.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan konsumsi solar Indonesia akan terus dikurangi dengan subtitusi crude Palm Oil (CPO) dalam negeri. Pada 2019, Indonesia telah menerapkan biodiesel mandatori 20%.
Selanjutnya, seiring dengan pemanfaatan biofuel tersebut ditargetkan Indonesia bisa memperluas mandatori menjadi B40 maupun B100.
“Kita beberapa waktu telah menggunakan B30, tahun ini kita sudah laksanakan B30, kita konsumsi solar bisa kurangi dengan substitusi program CPO kita, ke depannnya akan menuju ke B40 dan B100,” katanya dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM, Senin (27/1).
Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Andrian Feby Misna mengatakan penerapan B40 diharapkan dapat mulai secepatnya. Saat ini masih dilakukan uji coba sehingga penerapannya masih tergantung pada pengujian.
Di sisi lain, pemerintah masih mendiskusikan sumber insentif bioetanol 2% (E2) sebelum benar-benar akan diterapkan.
Andrian Feby Misna mengatakan pemberian insentif lewat subsidi akan memberatkan APBN. Apalagi saat ini beban subsidi di Indonesia juga cukup berat.
Menurutnya, bioetanol memiliki peluang untuk dikembangkan dalam waktu dekat. Salah satu pabrik di Jawa Timur mampu memproduksi bioetanol dari molase (olahan tebu).
Meskipun demikian, sejumlah pengujian belum mampu dilakukan karena persoalan harga. Adapun harga bioetanol yang dinilai masih memiliki harga tinggi menjadi kendala dalam penerapan E2 tersebut.
“Kita sih berharap secepatnya, dari [pabrik di] Jawa Timur sudah siap dari kemarin,” katanya.
Bioethanol merupakan alternatif bahan bakar hasil fermentasi dari biomassa seperti umbi-umbian, jagung, atau tebu.
Pemerintah masih mencari sejumlah cara agar ada pemberian insentif pada E2 sehingga harga di masyarakat bisa semakin murah.
Saat ini ada dua industri di Jawa Timur yang masih melakukan uji coba bioetanol. Lantaran demikian, produksi bioetanol belum besar.
Pemerintah juga belum menghitung kapasitas produksi bioetanol itu.
Sumber: Bisnis Indonesia