JAKARTA- Kemenko Perekonomian mendorong agar Badan Pengelola Dana Perkebunan kelapa sawit(BPDPKS) membiayai kegiatan riset yang bisa membantu meredam isu negatif yang cenderung mendiskreditkan komoditas sawit di pasar global. Dengan begitu, eksistensi komoditas kelapa sawit nasional tetap terjaga, baik di pasar dalam negeri maupun internasional.

Deputi II Bidang Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud menjelaskan, industri dan komoditas sawit banyak sekali menghadapi tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri, dan keberadaan BPDKS sebagai penyalur dana riset harus bisa menjaga eksistensi sawit Indonesia di pasar domestik maupun global. “Tantangan global itu tidak kecil, ada isu negatif atau berbagai informasi yang tidak sesuai bukti-bukti atau tidak memiliki bukti saintifik. Karena itu, riset dengan pembiayaan sawit (BPDPKS) diharapkan dapat menjawab isu negatif yang cenderung mendiskreditkan produk sawit, sawit dianggap tidak ramah lingkungan, tidak sehat, dan tudingan lain. Harus membuktikan sawit itu produk ramah lingkungan dan produk yang baik untuk kemaslahatan rakyat dan masyarakat,” kata dia dalam kanal youtube BPDPKS saat membuka Pekan Riset Sawit Indonesia 2020 yang digelar secara daring, Selasa (20/10).

Indonesia sejatinya mempunyai potensi sebagai price maker industri sawit global karena Indonesia adalah produsen dan eksportir sawit terbesar di dunia. Karena itu pula, pengelolaan dana BPDPKS hendaknya ditujukan untuk memperluas pasar sawit dan akhirnya menjaga keseimbangan harga jual sawit yang dapat berdampak positif bagi industri sawit sendiri di pasar domestik, bagi petani, maupun keamanan pangan dunia. “Dan peran riset dan teknologi menjadi sangat penting dalam menaikkan bargaining position suatu negara. Sawit sangat strategis dan menjadi nomor satu dunia berkat dukungan riset dan teknologi sehingga mampu menciptakan perkebunan berdaya saing tinggi. Karena itu, sawit harus senantiasa dijaga agar tetap lestari dan berkelanjutan. Dibentuknya BPDPKS adalah upaya pemerintah, pelaku usaha, dan seluruh pihak untuk menjaga keberlanjutan sawit Indonesia dan tetap nomor satu di dunia,” ujar Musdhalifah

Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrahman mengatakan, sejak berdiri pada 2015, BPDPKS telah menggandeng 42 lembaga penelitian dan pengembangan, baik instansi pemerintah, perguruan tinggi maupun nonperguruan tinggi, yang melibatkan 662 peneliti senior serta 346 mahasiwa. Dari berbagai aktivitas tersebut ditetapkan 201 kontrak penelitian sawit dan 80 riset oleh mahasiswa, sebanyak 169 telah dilakukan publikasi ilmiah di tingkat nasional maupun internasional dan 40 dipatenkan, saat ini juga telah diterbitkan lima buku hasil riset. “Kami berharap riset sawit dari BPDPKS tidak berakhir pada pembuatan laporan tapi dimanfaatkan oleh industri, instansi pemerintah, petani sawit, maupun masyarakat. Ke depan, kami akan terus meningkatkan level kegiatan riset menjadi berskala internasional dan kami akan jajaki kerja saam dengan lembaga penelitian terpandang di dunia untuk memajukan riset sawit,” jelas dia.

Pengembangan Biodiesel

Sementara itu, Direktur Penyaluran Dana BPDPKS Edi Wibowo mengatakan, pemerintah melalui BPDKS akan selalu ada untuk sektor kelapa sawit termasuk memberikan dukungan 100% untuk pengembangan bahan bakar nabati (BBN) biodiesel demi energi berkelanjutan. Pemanfaatan BBN dalam rangka mengurangi impor minyak sangat bermanfaat terutama untuk neraca perdagangan lebih stabil. Pengembangan BBN tidak terlepas juga dari kegiatan riset karena tidak mungkin langsung ada uji coba di lapangan. “Kami terus melakukan riset terbaru terkait penggunaan BBN, apakah ada manfaat baru yang diperoleh. Pengembangan BBN merupakan terobosan penting dan harus dilakukan dan dijalankan dengan sebuah penelitian,” ujar dia.

Direktur Eksekutif palm oil Agri business Strategic Policy Institute (Paspi) Tungkot Sipayung mengatakan, peran kelapa sawit di dalam perekonomian Indonesia cukup besar, tidak hanya menyerap tenaga kerja tetapi juga bisa memulihkan ekonomi. Di era pandemi Covid-19 ini, sektor kelapa sawit masih tetap tumbuh, masih banyak perkebunan sawit beroperasi, namun hal yang paling disorot dalam pemanfaatan kelapa sawit di Indonesia adalah program B30 dari pemerintah. “Program B30 baik untuk mendorong ekonomi lebih stabil karena tidak lagi melakukan impor minyak. Program B30 tidak boleh ditunda dan riset soal bahan bakar sawit ini harus terus dikembangkan, selain riset untuk mencari solusi tentang kampanye negatif sawit. Riset sawit merupakan bagian dari upaya mendorong sawit lebih baik lagi,” ujar dia.

 

Sumber: Investor Daiy Indonesia