JAKARTA-Harga minyak sawit mentah {crude palm oil/ CPO) di pasar internasional bisa berada di kisaran US$ 800-850 per ton, setidaknya hingga akhir semester 1-2021. Permintaan minyak sawit yang meningkat di pasar global tidak diimbangi dengan ketersediaan atau suplai. Pemangkasan pajak impor sawit hingga 10% oleh Pemerintah India per 27 November 2020 akan mendorong permintaan, di sisi lain produksi di sejumlah negara produsen utama seperti Indonesia dan Malaysia masih terdampak El Nino 2018-2019.
Pemerintah India memangkas pajak impor sawit hingga 10% menjadi 27,50% dari sebelumnya 37,50%, kebijakan tersebut mulai diberlakukan Jumat (27/11). Dengan kebijakan itu, India kemungkinan besar meningkatkan impor sawit hingga 100 ribu ton setiap bulannya, pada Desember 2020 diperkirakan impor bisa meningkat menjadi 700-730 ribu ton atau naik dari perkiraan sebelumnya yang hanya 550-600 ribu ton.
Direktur Eksekutif palm oil Agri business Strategic Policy Institute (Paspi) Tungkot Sipayung mengatakan, kebijakan India tersebut adalah sinyal akan naiknya permintaan, dampaknya harga CPO di pasar global pasti akan naik lebih tinggi dari saat ini. Di sisi lain, dampak
El Nino pada 2018-2019 masih akan berlanjut hingga akhir semester 1-2021 dan ini adalah sinyal akan adanya kekurangan produksi minyak nabati dunia. “Permintaan meningkat tapi suplai kurang, kemungkinan harga CPO bisa bergerak di kisaran US$ 800-850 per ton hingga akhir semester awal tahun depan,” ujar Tungkot kepada Investor Daily di Jakarta, kemarin.
Tungkot menjelaskan, selama pandemi Covid-19, sebenarnya sudah ada indikasi kurangnya minyak nabati di pasar global. Produksi minyak biji rapa dan bunga matahari turun akibat pengurangan lahan di Amerika. Pun di negara tropis masih terdampak El Nino 2018-2019, akibatnya produksi minyak sawit Indonesia, Malaysia, dan Thailand, menurun. Makanya, harga CPO saat ini sudah US$ 800 per ton. “Harga CPO ini akan naik lagi karena kebijakan India dan juga turunnya produksi akibat El Nino. El Nino itu dampaknya satu setengah tahun, jadi masih berlanjut ke semester 1-2021, ada kekurangan produksi minyak nabati dunia,” ujar dia.
Menurut Tungkot, pandemi tidak mempengaruhi pasar CPO, demand akan komoditas itu justru semakin meningkat. Permintaan akan sawit untuk bahan baku industri oleokimia makin pesat, pandemi meningkatkan kebutuhan akan sabun dan produk kebersihan lainnya seperti hand sanitizer. “Ini juga yang membuat India menurunkan pajak impornya, jadi ada perebutan barang (CPO) di pasar internasional,” ungkap Tungkot.
Apalagi, dengan konsistensi penerapan program biodiesel 30% (B30) oleh Indonesia, harga CPO akan semakin berkibar. Dengan program B30, sedikitnya ada 9 juta ton cadangan minyak sawit dunia yang berkurang, minyak sawit tersebut adalah komoditas yang harusnya diekspor ke Indonesia ke pasar internasional tapi digunakan di pasar domestik. “Dari semua faktor tersebut, konsistensi penerapan B30 inilah yang menjadi pendorong harga CPO di pasar internai-sonal selama ini. B30 ini jangkarnya, dengan B30 Indonesia sudah sukses men-drive dan mendikte harga di pasar sawit dunia,” jelas Tungkot.
Sementara pada data Bank Dunia, harga minyak sawit pada 2019 mencapai US$ 610 per ton, bahkan rata-rata pada kuartal III-2019 hanya US$ 570 per ton namun pada kuartal IV-2020 berbalik ke US$ 680 per ton. Harga pada 2020 diproyeksikan US$ 710 per ton, rata-rata kuartal 1-2020 sempat US$ 725 per ton, pada kuartal 11-2020 US$ 614 per ton, dan pada kuartal III-2020 mencapai US$ 751 per ton, khusus September 2020 sudah mencapai US$ 798 per ton. Pada 2021, harga minyak sawit diperkirakan US$ 723 per ton.
Bank Dunia juga menyebutkan, Indeks Harga Minyak dan Makanan Bank Dunia pada kuartal III-2020 naik 14% dan itu 17% lebih tinggi dari tahun lalu. Penguatan harga minyak nabati dimotori oleh kedelai dan harga minyak sawit (keduanya naik 22% pada kuartal III-2020), diikuti minyak rapeseed dan minyak bunga matahari (masing-masing naik 14%). Harga yang lebih tinggi mencerminkan kekurangan produksi pada kedelai dan minyak sawit, masing-masing turun 6,80% dan 1,50%. Kekurangan pasokan pada minyak nabati mana pun dapat memengaruhi sebagian besar harga minyak nabati.
Sumber: Investor Daily Indonesia